Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) (audited) Tahun 2023 menyajikan realisasi anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) senilai Rp159.537.988.348,40 atau 90,91% dari anggaran senilai Rp175.495.720.081,00, dengan rincian pada tabel berikut. Tabel 1 Anggaran dan Realisasi PAD Tahun 2023 No Uraian Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) % 1 Pendapatan Pajak Daerah 24.048.000.000,00 16.632.338.954,55 69,16 2 Pendapatan Retribusi Daerah 18.379.271.805,00 12.242.854.070,00 66,61 3 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 6.310.000.000,00 7.334.427.022,00 116,23 4 Lain-Lain PAD yang Sah 126.758.448.276,00 123.328.368.301,85 97,29 Jumlah 175.495.720.081,00 159.537.988.348,40 90,91 Hasil pemeriksaan atas Pendapatan Pajak Daerah yang terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Daerah atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menunjukkan permasalahan sebagai berikut. a.Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Belum Memiliki Kebijakan untuk Melakukan Pemeriksaan atas Ketidakpatuhan Pajak Pendapatan Pajak Daerah Tahun 2023 dianggarkan senilai Rp24.048.000.000,00 dengan realisasi senilai Rp16.632.338.954,55 atau 69,16%. Realisasi tersebut di antaranya merupakan Pendapatan Pajak Hotel dan Pajak Restoran, dengan rincian pada tabel berikut. Tabel 2 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Pajak Hotel dan Restoran Tahun 2023 No Uraian Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) % 1 Pajak Hotel 205.000.000,00 351.880.450,30 171,65 2 Pajak Restoran 70.000.000,00 242.127.883,00 345,90 Berdasarkan pemeriksaan dokumen atas pengelolaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran serta hasil wawancara diketahui permasalahan sebagai berikut. 1)Wajib Pajak Hotel dan Pajak Restoran tidak tertib melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah dicabut dengan PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diketahui bahwa orang/badan yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak (WP) berkewajiban untuk melaporkan pajak terutang melalui SPTPD. Oleh karena itu, WP harus tetap menyampaikan SPTPD pada setiap masa pajak, meskipun bernilai nihil karena tidak memperoleh pemasukan/pendapatan dari usahanya. Setelah melaporkan SPTPD, WP melakukan pembayaran secara sekaligus atau lunas dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) yang diterbitkan oleh Bappenda sesuai nilai yang dilaporkan dalam SPTPD. Penyetoran dilakukan paling lama 30 hari kerja setelah saat terutangnya pajak atau diterbitkannya SSPD. Berdasarkan database WP Hotel dan Restoran di Bappenda, jumlah orang pribadi/jabatan/badan usaha yang terdaftar sebagai WP Hotel dan Restoran adalah sebanyak 221 WP. Jumlah tersebut termasuk data 47 WP yang merupakan bendahara dinas/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang melakukan wajib pungut pajak restoran. Sehingga orang pribadi/badan usaha yang terdaftar sebagai WP Hotel dan WP Restoran non instansi pemerintah sebanyak 174 WP (221 WP - 47 WP). Hasil pemeriksaan atas penyampaian SPTPD yang terdiri 174 WP selama Tahun 2023 diketahui 21 WP telah menyampaikan SPTPD secara tertib, 61 WP tidak tertib menyampaikan SPTPD, dan sebanyak 92 WP tidak pernah menyampaikan SPTPD. Daftar WP yang tidak tertib dan tidak pernah menyampaikan SPTPD dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil konfirmasi secara uji petik kepada sepuluh WP yang tidak tertib menyampaikan SPTPD pada Lampiran 2, diketahui bahwa yang bersangkutan mengakui bahwa pada masa pajak tertentu di Tahun 2023 belum menyampaikan SPTPD sesuai data pada Bappenda. Adapun alasan yang disampaikan oleh WP tersebut diakibatkan omzet usaha yang menurun, tempat usaha tidak beroperasi penuh pada masa pajak itu dan WP menunggu petugas dari Bappenda melakukan penagihan. Pemeriksaan atas tujuh WP yang tidak pernah menyampaikan SPTPD selama Tahun 2023 diketahui bahwa WP yang bersangkutan sudah tidak aktif beroperasi (tutup permanen). Bappenda belum melakukan validasi dan konfirmasi kepada WP bersangkutan terkait statusnya yang tidak beroperasi permanen atau bersifat temporer, serta belum menetapkan penghapusan status WP pada database. Tujuh sampel WP yang telah tutup permanen tersebut dimuat pada tabel berikut. Tabel 3 Hasil Pemeriksaan atas WP yang Tidak Pernah Melaporkan SPTPD Tahun 2023 No Nama WP Objek Pajak Keterangan 1 Wr Cpn Restoran Tidak Aktif 2 Rstrn Klmy Restoran Tidak Aktif 3 Ls Ns Bj Hotel Tidak Aktif 4 Ls Mstk Hotel Tidak Aktif 5 Htl Mntk Hotel Tidak Aktif 6 Htl Dasf Hotel Tidak Aktif 7 Htl Mtr Hotel Tidak Aktif Kepala Bidang (Kabid) Pendataan dan Penetapan Bappenda menjelaskan bahwa pemahaman WP akan kewajibannya untuk menyampaikan SPTPD masih sangat kurang. Bappenda telah melakukan upaya pengawasan terhadap WP yang tidak tertib menyampaikan SPTPD dengan mendatangi usaha WP dan memberikan teguran lisan. Kepala Bappenda belum pernah melakukan pemeriksaan, menerbitkan SPTPD secara Jabatan atau menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) terhadap WP yang terlambat atau tidak menyampaikan SPTPD. Selama ini potensi pajak terutang untuk WP yang tidak menyampaikan SPTPD tidak dapat dihitung karena hasil pengawasan Bappenda tersebut tidak mencatat nilai omzet bulanan dari WP tersebut. Kepala Bappenda juga belum memiliki mekanisme tertulis terkait pelaksanaan pemeriksaan Pajak Daerah dan Penetapan secara jabatan, sehingga selama ini belum pernah dikeluarkan teguran tertulis dan pemeriksaan pajak sesuai PP Nomor 55 tahun 2016 atas WP yang tidak menyampaikan SPTPD. 2)Potensi Penerimaan Pajak Restoran tidak terpungut minimal senilai Rp73.684.650,00 Pajak Restoran merupakan pajak yang dipungut atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli baik dikonsumsi di restoran maupun dikonsumsi di tempat lain. Penetapan Pajak Restoran dilakukan secara self-assessment sehingga perhitungan besarnya pajak seharusnya didasarkan atas perhitungan WP sesuai dengan penghasilan restoran tersebut. Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau seharusnya diterima restoran perbulan dengan tarif yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan rincian sebagai berikut. a)Restoran dengan omzet lebih dari Rp10.000.000,00 setiap bulan dikenakan tarif 10%; b)Restoran dengan omzet antara Rp5.000.001,00 sampai dengan Rp10.000.000,00 setiap bulan dikenakan tarif sebesar 5%; dan Restoran dengan omzet antara Rp3.000.001,00 sampai dengan Rp5.000.000,00 setiap bulan dikenakan tarif sebesar 3%. Kabid Perencanaan dan Pengembangan PAD menjelaskan bahwa selama ini Bappenda telah memiliki mekanisme penetapan Pajak Restoran dengan menggunakan bill dari Bappenda, tetapi berdasarkan evaluasi hasilnya tidak efektif karena restoran tidak tertib menggunakan bill tersebut sebagai bukti penjualannya. Hasil konfirmasi dan pemeriksaan pencatatan penjualan secara uji petik bersama Bappenda pada sepuluh WP restoran yang belum tertib melaporkan SPTPD, diketahui bahwa atas omzet/penghasilan atas penjualan pada sepuluh restoran/rumah makan tersebut selama Tahun 2023 minimal senilai Rp783.000.000,00. Setoran Pajak Restoran oleh sepuluh WP restoran tersebut selama Tahun 2023 yang masuk ke Kas Daerah (Kasda) diketahui hanya senilai Rp4.615.350,00, sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan uji petik tersebut Pemkab Bima memiliki potensi perolehan pendapatan minimal senilai Rp78.300.000,00 (Rp783.000.000,00 x 10%), sehingga terdapat potensi Pajak Restoran yang tidak terpungut senilai Rp73.684.650,00 (Rp78.300.000,00 - Rp4.615.350,00). Hal tersebut dikarenakan WP tidak tertib melaporkan SPTPD dan Bappenda belum melakukan pemeriksaan pajak, penetapan SPTPD secara jabatan atau SKPDKB. Rincian atas potensi pajak restoran pada sepuluh WP terdapat pada Lampiran 3. 3)Sanksi Administrasi Denda Keterlambatan pembayaran Pajak Hotel belum dikenakan minimal senilai Rp36.983.269,92 Pajak Hotel merupakan jenis pajak yang penghitungannya menggunakan mekanisme self-assessment yaitu WP melakukan penghitungan sendiri atas jumlah pajak yang harus disetorkan berdasarkan pendapatan/omzet usahanya dalam masa pajak tertentu. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2022 menyatakan bahwa WP yang memenuhi kewajiban perpajakannya dengan dibayar sendiri wajib mengisi SPTPD dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh WP atau kuasanya. Perda tersebut juga menyatakan bahwa masa pajak bagi jenis pajak hotel adalah bulanan. Setelah melaporkan SPTPD, WP melakukan pembayaran secara sekaligus atau lunas dengan menggunakan SSPD yang diterbitkan Bappenda sesuai nilai yang dilaporkan dalam SPTPD. Penyetoran dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak. Keterlambatan atas pembayaran pajak terutang dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% per bulan dan maksimal 24 bulan. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas SPTPD Pajak Hotel diketahui bahwa penerimaan Pajak Hotel Tahun 2023 bukan hanya penerimaan atas Pajak Hotel masa pajak 2023, melainkan juga terdapat penerimaan Pajak Hotel masa pajak 2022 dari salah satu WP Hotel TPLR. Berdasarkan hasil konfirmasi yang dilakukan kepada Hotel TPLR diketahui bahwa penyetoran yang dilakukan pada 2023 tersebut seluruhnya memang merupakan pajak atas pendapatan hotel tahun 2022, atau WP TPLR dimaksud membayar kewajiban pajak tahun sebelumnya. Sesuai ketentuan masa pajak untuk usaha jenis hotel adalah bulanan dan pembayaran pajak hotel harus dilakukan selambatnya 30 hari kerja setelah pajak terutang. Selanjutnya diketahui bahwa atas pembayaran Pajak Hotel masa pajak 2022 oleh Hotel TPLR belum dikenakan sanksi denda administrasi minimal senilai Rp36.983.269,92 dengan rincian sebagai berikut. Tabel 4 Denda Keterlambatan Penerimaan Pajak Hotel No Nama WP Masa Pajak Tanggal Pembayaran Bulan Terlambat Nilai SPTPD (Rp) Sanksi Jumlah Denda (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 = (5x6x7) 1 TPLR Sep-2022 14 Sep 2023 10 86.751.721,38 2% 17.350.344,28 2 TPLR Okt-2022 14 Sep 2023 9 85.822.641,11 2% 15.448.075,40 3 TPLR Nov-2022 14 Sep 2023 8 14.024.896,31 2% 2.243.983,41 4 TPLR Des-2022 14 Sep 2023 7 13.863.334,50 2% 1.940.866,83 Total 36.983.269,92 Atas permasalahan tersebut, Kabid Penagihan Bappenda menyatakan bahwa Hotel TPLR berkomitmen membayarkan Pajak Daerah sesuai dengan ketentuan masa pajak bulanan. Namun selama Tahun 2022 dan 2023, Bappenda belum melakukan upaya penagihan secara tertib saat pembayaran pajak dari WP yang tidak diterima pada setiap masa pajaknya. Sehingga atas denda yang belum dikenakan tersebut akan dilakukan penetapan dan penagihan kepada WP terkait. b.Bappenda Belum Memiliki Basis Data yang Memadai sebagai Kendali Internal atas Pendapatan BPHTB Berdasarkan Kepatuhan Pelaporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris Pemkab Bima Tahun 2023 menganggarkan penerimaan Pajak Daerah dari pendapatan BPHTB senilai Rp2.500.000.000,00 dengan realisasi senilai Rp626.305.600,00 atau 25,05%. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu perbuatan atau peristiwa hukum atas dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB. Atas penandatanganan akta tersebut, PPAT/Notaris memiliki kewajiban melaporkan pembuatan Akta atau Risalah Lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPD Pemkab Bima Tahun 2022 telah mengungkapkan terkait pengenaan sanksi administrasi kepada PPAT/Notaris yang terlambat dan/atau belum menyampaikan laporan bulanan kepada Bupati Bima. Sanksi administrasi tersebut senilai total Rp5.000.000,00 yang dikenakan terhadap lima PPAT/Notaris dengan total 20 laporan. Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan Bupati Bima agar menginstruksikan Kepala Bappenda untuk menarik dan menyetorkan ke Kasda atas denda keterlambatan penyampaian laporan PPAT/Notaris senilai Rp5.000.000,00. Atas rekomendasi tersebut, Pemkab Bima telah menindaklanjuti dengan melakukan penagihan kepada PPAT/Notaris berkenaan dan telah dilakukan penyetoran ke Kasda. Namun penagihan dilakukan hanya dengan dasar lembar Rincian Pembayaran Kekurangan Laporan PPAT/Notaris Tahun 2022 dan tidak dengan penerbitan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). Laporan bulanan PPAT/notaris atas pembuatan akta tanah dapat digunakan oleh Bappenda dalam melakukan kontrol atau double check atas pendapatan pajak daerah BPHTB pada masa pajak berkenaan. Hasil wawancara dengan Kabid Pendataan dan Penetapan Bappenda atas kewajiban pelaporan bulanan oleh PPAT/Notaris di Kabupaten Bima diketahui bahwa: 1)Bappenda hanya mengarsipkan dan tidak pernah melakukan pencatatan monitoring penyampaian laporan dari PPAT/Notaris; 2)Bappenda mengetahui bahwa selama ini PPAT/Notaris tidak tertib menyampaikan laporan bulanan, namun tidak pernah melakukan konfirmasi penagihan; dan 3)Bappenda belum menggunakan laporan PPAT/Notaris sebagai kontrol penerimaan pendapatan BPHTB. Berdasarkan data dari asosiasi Ikatan Notaris Indonesia terdapat 12 PPAT/Notaris yang bekerja di wilayah administratif Kabupaten Bima. Hasil pemeriksaan terdapat 11 PPAT/Notaris yang belum dan/atau terlambat menyampaikan laporan bulanan ke Bappenda dan belum dikenakan sanksi administratif denda keterlambatan minimal senilai Rp2.750.000,00 (11 x Rp250.000,00) dengan rincian pada Lampiran 4.
Kriteria
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: a.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah pada: 1)Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa Jenis Pajak provinsi yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak terdiri atas: a)Pajak bahan bakar kendaraan bermotor; dan b)Pajak rokok; 2)Pasal 3 ayat (4) menyatakan bahwa Jenis Pajak kabupaten/kota yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak terdiri atas: a)Pajak hotel; b)Pajak restoran; c)Pajak hiburan; d)Pajak penerangan jalan; e)Pajak mineral bukan logam dan batuan; f)Pajak parkir; g)Pajak sarang burung walet; dan h)BPHTB; 3)Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak membayar atau menyetor Pajak yang terutang dengan menggunakan SSPD; 4)Pasal 13 ayat (3) menyatakan bahwa Kepala Daerah menetapkan jangka waktu pembayaran atau penyetoran pajak terutang untuk jenis pajak yang dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah terutangnya pajak; dan 5)Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak untuk jenis pajak yang dibayar sendiri berdasarkan perhitungan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) mengisi SPTPD; b.Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada: 1)Pasal 59 ayat (2) menyatakan bahwa Wajib Pajak melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang dengan menggunakan SSPD; 2)Pasal 59 ayat (6) menyatakan bahwa Kepala Daerah menetapkan jangka waktu pembayaran atau penyetoran pajak terutang untuk jenis pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) huruf b sampai dengan huruf d paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah berakhirnya pajak; dan 3)Pasal 68 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak untuk jenis pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak sebagaiman dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) wajib mengisi SPTPD; Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada: 1)Pasal 1 Angka 35 menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; 2)Pasal 1 Angka 40 menyatakan bahwa Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar; 3)Pasal 1 Angka 44 menyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda; 4)Pasal 81 ayat (1) menyatakan bahwa pejabat pembuat akta tanah/notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Bupati paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya; 5)Pasal 83 ayat (2) menyatakan bahwa pejabat pembuat akta tanah/notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan; 6)Pasal 87 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak untuk pajak yang dibayar sendiri berdasarkan perhitungan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) wajib mengisi SPTPD; 7)Pasal 87 ayat (2) menyatakan bahwa SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat omzet dan jumlah pajak terutang dalam suatu masa pajak; 8)Pasal 90 ayat (2) menyatakan bahwa Bupati menetapkan jangka waktu pembayaran atau penyetoran pajak yang dibayar sendiri berdasarkan perhitungan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (3) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak; 9)Pasal 91 ayat (1) menyatakan bahwa dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN untuk jenis pajak yang dibayar sendiri berdasarkan perhitungan oleh Wajib Pajak sebagimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3); 10)Pasal 91 ayat (2) menyatakan bahwa SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam hal: a)Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak terutang tidak atau kurang bayar; b)SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukkan dalam Surat Teguran; atau c)Kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi; 11)Pasal 91 ayat (3) menyatakan bahwa jumlah pajak yang tercantum dalam SKPDKB yang ditertibkan dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dihitung secara jabatan; 12)Pasal 95 ayat (1) menyatakan bahwa Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan STPD untuk jenis pajak yang dibayar sendiri berdasarkan perhitungan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dalam hal: a)Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; b)SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran; atau c)Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda; dan 13)Pasal 95 ayat (2) menyatakan bahwa jumlah tagihan dalam STPD sebagaimana dimaksud pada Pasal 95 ayat (1) berupa pokok pajak yang kurang dibayar ditambah dengan pemberian sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya Pajak.
Akibat
Permasalahan tersebut mengakibatkan: a.Kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan Pajak Restoran Tahun 2023 minimal senilai Rp73.684.650,00 dan pendapatan atas denda keterlambatan penyetoran Pajak Hotel yang belum ditetapkan senilai Rp36.983.269,92; b.Kekurangan penerimaan Lain-lain PAD yang Sah atas sanksi administratif denda keterlambatan penyampaian laporan PPAT/Notaris senilai Rp2.750.000,00 (11 x Rp250.000,00); dan Pemkab Bima tidak mempunyai data yang lengkap terkait pembuatan akta hak atas tanah dan bangunan sebagai bahan monitoring pendapatan BPHTB yang seharusnya diterima sebagai PAD.
Sebab
Kondisi tersebut disebabkan oleh Bappenda: a.Belum memiliki mekanisme yang baku/tertulis untuk melakukan pemeriksaan dan penetapan Pajak Hotel dan Restoran secara jabatan atas WP yang tidak tertib melaporkan SPTPD; b.Belum mengenakan sanksi administratif berupa denda keterlambatan pembayaran Pajak Hotel dan Restoran; dan c.Belum menggunakan laporan PPAT sebagai dasar pengelolaan pajak BPHTB.
Rekomendasi :
1. BPK merekomendasikan Bupati Bima agar Menyusun dan menetapkan mekanisme pemeriksaan, penetapan, dan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran secara jabatan atas WP yang tidak tertib melaporkan SPTPD. (Tindak lanjut : Belum Sesuai)
2. BPK merekomendasikan Bupati Bima agar Menetapkan dan memungut denda keterlambatan pembayaran pajak hotel atas Wajib Pajak Hotel TPLR senilai Rp36.983.269,92 (Tindak lanjut : Sesuai)
3. BPK merekomendasikan Bupati Bima agar Menyusun database pembuatan akta hak atas tanah dan bangunan berdasarkan laporan bulanan PPAT/Notaris sebagai kontrol pembayaran BPHTB (Tindak lanjut : Belum Sesuai)
Admin
Admin
Admin
Admin
Admin