| Pilar ketiga dalam Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting 2018-2024 adalah kovergensi program. Konvergensi merupakan pendekatan penyampaian intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terintegrasi, dan bersama-sama untuk mencegah stunting kepada sasaran prioritas. Strategi dalam mewujudkan pilar ketiga di tingkat kabupaten/kota sebagai berikut. a. Memastikan perencanaan dan penganggaran program/ kegiatan untuk intervensi prioritas; b. Memperbaiki pengelolaan layanan untuk intervensi gizi prioritas dan memastikan bahwa sasaran prioritas memperoleh dan memanfaatkan paket intervensi yang disediakan; dan c. Mengkoordinasikan dan melakukan pembinaan kepada kecamatan dan pemerintah desa dalam menyelenggarakan intervensi prioritas, termasuk dalam mengoptimalkan sumber daya, sumber dana dan pemutakhiran data. Dalam menyelenggarakan Intervensi Spesifik dan Sensitif selama tahun 2022 s.d. 2023, Pemerintah Kota Bima telah melaksanakan upaya sebagai berikut. a. Pemerintah Kota Bima telah memiliki 120 Tim Pendamping Keluarga yang tersebar pada 41 Kelurahan dan minimal lima Kader per Posyandu. Selain itu, tenaga gizi dan bidan telah mendapatkan pelatihan seperti pelatihan online pengelolaan gizi buruk terintegrasi; b. Dikes telah : 1) memenuhi kebutuhan USG, HB Meter, dan antropometri kit di Puskesmas dan Posyandu serta telah melakukan kalibrasi atas sarana dan prasarana sesuai dengan ketentuan; 2) menyusun Laporan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA), yang diantaranya memberikan informasi terkait konsumsi TTD pada ibu hamil dan jumlah ibu hamil berisiko Kurang Energi Kronis (KEK); c. DPPKB telah menyediakan dan membuat rencana distribusi alat kontrasepsi kepada tiap Fasilitas Kesehatan KB seperti Puskesmas, klinik, Rumah Sakit, dan Bidan Praktik Mandiri. Selain itu juga telah melaksanakan pendampingan keluarga berisiko selama tahun 2022 s.d. 2023 antara lain kepada calon pengantin/PUS, ibu hamil, ibu pasca salin, dan baduta; dan d. Disos telah memberikan usulan masyarakat miskin sebagai penerima manfaat PBI, PKH, dan BPNT sesuai dengan kuota yang diberikan Kemensos. Tanpa mengurangi keberhasilan upaya di atas, hasil pemeriksaan atas proses penyelenggarakan intervensi spesifik dan sensitif yang telah dilakukan Pemerintah Kota Bima menunjukkan hal-hal berikut. 3.2.1. Penganggaran dan Pengalokasian Sumber Daya untuk Intervensi Spesifik dan Sensitif Belum Memadai Perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan perencanaan pembangunan dengan penganggaran sebagai kesatuan proses yang saling terkait, konsisten dan berkelanjutan. Sesuai dengan Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 tentang RAN PASTI, dalam upaya percepatan penurunan prevalensi stunting, pemerintah kabupaten/kota melakukan perencanaan dan penganggaran sebagai berikut. a. Memprioritaskan secara spesifik upaya percepatan penurunan stunting dalam rencana kerja Pemerintah Daerah; b. Melakukan tagging anggaran intervensi spesifik dan sensitif; c. Mengembangkan database perencanaan implementasi RAN-PASTI; dan d. Melakukan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran antar dinas, DPRD, Pemangku Kepentingan melalui musrenbang/rembuk stunting dan berbagai skema pendanaan. Dalam Petunjuk Teknis Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota Tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Bappenas, Kemendagri, dan BKKBN, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan Aksi Integrasi 1 yaitu Analisis Situasi Program Penurunan Stunting. Aksi tersebut bertujuan membantu pemerintah kabupaten/kota dalam menentukan program/kegiatan yang diprioritaskan alokasinya dan menentukan upaya perbaikan manajemen layanan untuk meningkatkan akses rumah tangga 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) terhadap intervensi gizi spesifik maupun sensitif. Dalam melakukan Analisis Situasi, Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan lokasi fokus (lokus), menganalisis masalah yang dihadapi, menyusun rekomendasi perbaikan, menyusun rencana kegiatan serta alokasi anggaran program/kegiatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pelaksanaan perencanaan, penganggaran dan pengalokasian sumber daya untuk intervensi spesifik dan sensitif, diketahui terdapat permasalahan sebagai berikut. a. Rekomendasi Hasil Analisis Situasi yang Disusun Tidak Digunakan Sebagai Dasar Perencanaan Kegiatan Perencanaan kegiatan adalah tindak lanjut pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengimplementasikan rekomendasi hasil dari kegiatan Analisis Situasi. Rencana kegiatan ini memuat program dan kegiatan OPD untuk meningkatkan cakupan layanan intervensi dan kegiatan untuk meningkatkan integrasi intervensi oleh kabupaten/kota dan kelurahan pada tahun berjalan dan/atau satu tahun mendatang. Dari hasil pemeriksaan diketahui penyusunan rencana kegiatan belum berdasarkan identifikasi masalah dan rekomendasi intervensi. Selama tahun 2022 dan 2023 terdapat 20 permasalahan yang sudah diidentifikasi, namun belum disusun rekomendasi rencana kegiatan maupun program intervensi penyelesaiannya. Pada tahun 2022, permasalahan yang terindentifikasi antara lain belum ada Kader Pembangunan Manusia (KPM) sehingga direkomendasikan perlu diangkat KPM di tingkat kelurahan dan alokasi anggaran untuk pembinaan KPM tersebut. Namun, dari hasil pemeriksaan sampai tahun 2023, belum terdapat KPM di tingkat kelurahan. Selain itu, tidak ada pelaku usaha yang bergerak di bidang pangan fortifikasi di Kota Bima sehingga perlu adanya Sosialisasi Pangan Fortifikasi yang melibatkan berbagai unsur stakeholder. Namun, atas permasalahan ini belum ada rencana kegiatan intervensi. Berdasarkan hasil wawancara kepada Diskoperindag sebagai OPD konvergensi, belum ada rencana kegiatan terkait permasalahan fortifikasi karena fokus Diskoperindag dalam mendukung upaya percepatan penurunan prevalensi stunting adalah mendukung Industri Kecil Menengah (IKM) dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sedangkan pada tahun 2023, permasalahan yang sudah teridentifikasi antara lain penyediaan akses air minum layak, dimana masalah yang muncul adalah adanya konflik sosial antar masyarakat sekitar dan banyak pipa bocor. Selain itu, untuk penyediaan akses sanitasi, masalah yang muncul adalah kepadatan perumahan sehingga tidak ada lahan untuk membangun sarana sanitasi dan data antar OPD yang tumpang tindih. Atas masalah tersebut, belum terdapat usulan rekomendasi intervensi dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Rincian permasalahan yang sudah teridentifikasi namun belum ada rekomendasi program intervensi selengkapnya pada Lampiran 4. Hasil wawancara kepada Pejabat Fungsional Perencana Bappeda, mekanisme analisis identifikasi masalah, rekomendasi intervensi, dan rencana kegiatan dilakukan dengan mengirimkan Formulir Analisis Situasi ke masing-masing OPD konvergensi. Namun, belum terdapat kesepahaman pengisian formulir antara Bappeda sebagai penanggungjawab Analisis Situasi dengan OPD konvergensi sebagai penyedia data. Hasil wawancara kepada Bendahara Pengeluaran DPPKB dan Fungsional Penata Kependudukan Keluarga Berencana (KKB), diketahui bahwa OPD konvergensi menerima dua Formulir Analisis Situasi, yaitu Formulir Identifikasi Masalah dan Rekomendasi Intervensi serta Formulir Rencana Kegiatan dari Bappeda. Kemudian Kepala OPD konvergensi menunjuk Person in Charge (PIC) untuk mengisi masing-masing jenis formulir. Namun, antar PIC tersebut tidak ada koordinasi sehingga isian formulir sering kali belum selaras/lengkap. b. Pemerintah Kota Bima Belum Sepenuhnya Melakukan Penandaan (Tagging) Anggaran Khusus Upaya Percepatan Penurunan Prevalensi Stunting Dalam upaya percepatan penurunan prevalensi stunting, perencanaan dan penganggaran harus berorientasi pada hasil dengan mengacu pada kegiatan prioritas dan inisiatif pengembangannya sesuai dengan arah kebijakan pemerintah daerah. Kegiatan prioritas dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu mencakup intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Kegiatan tersebut akan menjadi efektif apabila dilakukan secara konvergen terhadap proses perencanaan, penganggaran, dan pemantauan program/kegiatan secara multi sektoral. Dari hasil analisis Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) serta konfirmasi kepada OPD Konvergensi, diketahui : • Terdapat 13 OPD yang terlibat dalam kegiatan konvergensi, namun hanya 12 OPD yang menyusun anggaran terkait upaya percepatan penurunan prevalensi stunting sedangkan 1 OPD yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) tidak mencantumkan anggaran untuk upaya penurunan prevalensi stunting. DP3A memiliki peran menyiapkan perumusan, pelaksanaan, dan bimbingan teknis terkait kebijakan perencanaan pembangunan kelurahan. Namun, DP3A belum mengalokasikan anggaran kegiatan pada tahun 2022 dan 2023. Hasil wawancara kepada Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan dan Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak, DP3A belum menganggarkan program yang menyasar upaya percepatan penurunan stunting karena DP3A belum memahami peran DP3A dalam upaya konvergensi percepatan penurunan stunting. • Nomenklatur program/kegiatan pada 12 OPD tersebut tidak seluruhnya dilakukan penandaan (tagging) anggaran untuk upaya percepatan penurunan prevalensi stunting. Adapun nilai anggaran kegiatan 12 OPD konvergensi disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai Anggaran dan Realisasi OPD Konvergensi atas Program Kegiatan yang Menyasar Upaya Percepatan Penurunan Prevalensi Stunting TA 2022 dan TA 2023 s.d. Triwulan III No OPD Konvergensi Tahun 2022 Tahun 2023 (s.d. Triwulan III) Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) (%) Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) (%) 1 Dinas Kesehatan 2.918.751.700,00 2.529.810.300,00 86,67 92.872.545.054,00 52.092.266.054 56,08 2 Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana 932.575.000,00 837.356.900,00 89,79 1.941.000.000,00 997.349.000,00 51,38 3 Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah 31.800.000,00 21.377.000,00 67,22 90.920.000,00 67.377.233,00 74,11 4 Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga 14.707.400,00 14.707.400,00 100,00 20.057.000,00 8.332.000,00 41,54 5 Dinas Ketahanan Pangan 596.102.600,00 594.244.381,00 99,69 401.322.200,00 363.410.950,00 90,55 6 Dinas Pertanian 45.810.000,00 45.809.000,00 99,99 48.840.000,00 48.840.000,00 100,00 7 Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 12.279.650.001,00 11.461.691.038,00 93,34 15.782.128.764,00 6.787.321.604,00 43,01 8 Dinas Sosial 6.165.939.859,00 6.062.430.711,00 98,32 2.482.536.602,00 2.078.195.672,00 83,71 9 Dinas Perikanan dan Kelautan 27.173.800,00 26.173.800,00 96,32 25.019.800,00 25.019.800,00 100,00 10 Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1.308.535.510,00 1.244.264.186,00 95,09 1.999.348.250,00 857.130.000,00 42,87 11 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 31.800.000,00 21.377.000,00 67,22 90.920.000,00 67.377.233,00 74,11 12 Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik 0,00 0,00 0,00 200.000.000,00 30.000.000,00 15,00 Total 24.352.845.870,00 22.859.241.716,00 93,87 115.954.637.670,00 63.422.619.546,00 54,70 Rincian anggaran dan realisasi program yang menyasar upaya percepatan penurunan prevalensi stunting masing-masing OPD konvergensi dapat dilihat pada Lampiran 5 Tagging anggaran atas program/kegiatan yang terkait dengan upaya percepatan penurunan stunting hanya dilakukan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) karena DPPKB memperoleh sumber dana DAK Non Fisik Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) yang telah diatur tagging-nya oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Anggaran Daerah BPKAD selaku anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) TA 2022 dan 2023 menjelaskan bahwa penyusunan anggaran dilakukan untuk memenuhi Standar Pelayanan Manajemen (SPM) masing-masing OPD. Selain itu, dalam proses penyusunan anggaran TA 2022 dan 2023, TAPD belum memperioritaskan upaya percepatan penurunan stunting sebagai program dan kegiatan khusus yang harus dilaksanakan oleh OPD konvergensi sehingga harus mendapatkan porsi anggaran yang optimal. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kota Bima lebih fokus pada pencegahan serta program lainnya seperti upaya penurunan kemiskinan atau pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan analisis atas Peraturan Wali Kota Bima (Perwali) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Percepatan Penurunan Stunting di Kota Bima, diketahui Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) memiliki peran melakukan fortifikasi bahan pangan dan menjamin kualitas garam beriodium yang beredar di kelurahan. Namun berdasarkan hasil wawancara Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan Diskoperindag, diketahui Diskoperindag belum mengalokasikan anggaran kegiatan terkait peran pada tahun 2022 dan 2023. Diskoperindag saat ini fokus mendukung IKM dan UMKM. c. Rancangan Rencana Kegiatan Intervensi Penurunan Stunting Belum Dikonsultasikan dengan Badan Anggaran DPRD atau Komisi Terkait Rancangan Rencana Kegiatan yang telah disusun oleh OPD konvergensi selanjutnya dikonsultasikan oleh Sekretaris Daerah bersama Bappeda dengan Badan Anggaran DPRD atau komisi tekait. Hal ini bertujuan agar pemerintah mendapat dukungan kebijakan anggaran dan DPRD Kota Bima selaku pihak legislatif memperoleh gambaran lengkap terkait rencana intervensi yang akan dilakukan serta kebijakan lainnya yang diperlukan. Berdasarkan wawancara dengan Pejabat Fungsional Perencana Bappeda dan Fungsional Penata KKB DPPKB, selama tahun 2022 s.d. 2023 rencana kegiatan intervensi penurunan stunting belum pernah dikonsultasi secara khusus kepada DPRD. Pembahasan yang dilakukan hanya sebatas pendanaan program/kegiatan secara umum tidak spesifik terkait intervensi penurunan stunting yang kemudian akan dituangkan dalam APBD. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan : a. Buku Panduan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024 dari Sekretariat Wakil Presiden & Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada: 1) butir 4.2.3 angka 93 huruf g menyatakan bahwa pemerintah kabupaten/kota memiliki peran strategis memastikan rencana program/kegiatan, lokus dan sumber pembiayaan untuk intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) atau Rencana Kerja (Renja) OPD; dan 2) butir 5.4 menyatakan bahwa mekanisme konvergensi pembiayaan untuk menyelenggarakan intervensi gizi prioritas di tingkat kabupaten/kota, angka 105 Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah, merupakan pedoman dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penyusunan RKPD dilakukan dengan memperhatikan masukan dari rencana kegiatan yang disusun berdasarkan hasil analisis situasi program penurunan stunting. b. Petunjuk Teknis Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota Tahun 2022 Aksi 1 Analisis Situasi Poin 1.2 menyatakan bahwa Analisis Situasi bertujuan untuk membantu pemerintah kabupaten/kota dalam menentukan program/kegiatan yang diprioritaskan alokasinya dan menentukan upaya perbaikan manajemen layanan untuk meningkatkan akses 5 (lima) kelompok sasaran terhadap intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Analisis Situasi diharapkan dapat memberikan informasi untuk membuat keputusan strategis dalam hal: 1) Memprioritaskan alokasi sumber daya yang dikelola kabupaten/kota bagi peningkatan cakupan layanan intervensi gizi terintegrasi; 2) Memprioritaskan upaya perbaikan manajemen layanan dan peningkatan akses 5 (lima) kelompok sasaran terhadap intervensi gizi terintegrasi; 3) Meningkatkan efektivitas sistem manajemen data dalam membuat usulan keputusan alokasi program dan lokasi prioritas stunting; dan 4) Menentukan kegiatan penguatan dan pemberdayaan pemerintah kecamatan dan desa/kelurahan dalam meningkatkan integrasi layanan. Kondisi tersebut mengakibatkan pelaksanaan program/kegiatan dalam rangka percepatan penurunan prevalensi stunting kurang tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kebutuhan senyatanya, dengan indikasi : a. Penentuan besarnya anggaran dan sumber daya yang dibutuhkan belum sesuai dengan kebutuhan senyatanya sesuai permasalahan-permasalahan yang terjadi pada masing-masing lokasi; b. Program/kegiatan yang sudah ada belum dapat diidentifikasi sebagai bagian dari upaya percepatan penurunan prevalensi stunting dan tidak dapat dievaluasi dan dinilai capaiannya. 3.2.2. Intervensi Spesifik yang Dilakukan Pemerintah Kota Bima Belum Mencapai Target dan Sesuai Standar Prosedur yang Ditetapkan Intervensi spesifik adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya stunting. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada sektor kesehatan antara lain intervensi asupan makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu, dan imunisasi. Intervensi spesifik dilaksanakan sebelum kelahiran dan setelah kelahiran dengan penjelasan sebagai berikut. a. Intervensi spesifik sebelum kelahiran Intervensi spesifik yang dilakukan sebelum dan saat kehamilan merupakan agenda prioritas pemerintah untuk mencegah stunting pada anak karena jauh lebih efektif dibandingkan penanganan setelah bayi lahir. Intervensi dilakukan dengan sasaran pada: 1) Intervensi spesifik pada remaja putri (rematri) dilakukan melalui skrining anemia setidaknya 6 bulan atau 1 tahun sekali dan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) di sekolah maupun puskesmas; 2) Intervensi spesifik pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan kehamilan, konsumsi TTD dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK). b. Intervensi spesifik setelah kelahiran Intervensi spesifik dilakukan dengan memenuhi kebutuhan gizi terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) serta memastikan pertumbuhan tinggi dan berat bayi terus meningkat sesuai dengan usianya. Pemenuhan kebutuhan gizi dilakukan melalui pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pengganti ASI (MP-ASI) serta pemberian PMT bagi balita gizi kurang dan tata laksana gizi buruk bagi balita gizi buruk. Selain itu, balita diimunisasi untuk membentuk kekebalan tubuh agar tidak mudah terinfeksi virus penyebab penyakit. Pemerintah Kota Bima belum dapat menyajikan data-data terkait capaian dari target intervensi spesifik secara akurat mengingat pencatatan dan pelaporan kegiatan melalui sistem informasi belum valid (secara rinci diuraikan dalam hasil pemeriksaan butir 3.3.1). Namun demikian, berdasarkan prosedur pemeriksaan alternatif masih ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya sebagai berikut. a. Pemberian TTD pada Remaja Putri Belum Sesuai Standar Prosedur Sehingga Kurang Efektif Sesuai dengan buku Pedoman Manajemen Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur (WUS) yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Tahun 2018 diketahui : • Instalasi Farmasi Provinsi mendistribusikan ke Instalasi Farmasi Kabupaten dan Kota (IFK); • IFK mendistribusikan ke gudang farmasi puskesmas, dan selanjutnya puskesmas mendistribusikan TTD ke sekolah melalui pengelola program gizi; • Perhitungan kebutuhan di sekolah didasarkan pada data riil yang berasal dari Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) terbaru dari SMP dan SMA atau yang sederajat; • TTD diberikan kepada remaja putri di sekolah dengan frekuensi satu tablet setiap minggu sepanjang tahun. Pemberian TTD pada rematri di sekolah dapat dilakukan dengan menentukan hari minum TTD bersama setiap minggunya sesuai kesepakatan di masing- masing sekolah; • Saat libur sekolah TTD diberikan sebelum libur sekolah; dan • Tim pelaksana UKS di sekolah (guru UKS) melakukan pencatatan pemberian TTD pada Kartu Suplementasi Gizi. Selanjutnya data pemberian TTD dan kepatuhan konsumsi TTD direkapitulasi oleh guru pembina UKS untuk dilaporkan ke Puskesmas. Surat Edaran Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 440/09/Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Aksi Bergizi, menginstruksikan pemerintah kabupaten/kota agar melaksanakan aksi bergizi pada hari Rabu atau hari lain sesuai kondisi daerah/sekolah masing-masing selama 45 menit dengan rangkaian kegiatan seperti minum TTD. Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh Puskesmas yang ada di Kota Bima, diketahui bahwa: 1) Sasaran kegiatan suplementasi TTD kepada rematri, dilaksanakan Dinas Kesehatan (Dikes) di institusi sekolah bagi rematri SMP dan SMA sederajat; 2) Puskesmas berkoordinasi dengan sekolah untuk memperoleh data jumlah rematri di sekolah sesuai wilayah cakupan masing-masing. Selanjutnya, Puskesmas akan melakukan permintaan kebutuhan TTD ke bagian gudang apotik Puskesmas dan mendistribusikannya ke sekolah. Pihak sekolah bertugas membagikan TTD kepada siswi setiap 1-3 bulan sekali; 3) Tim pelaksana UKS di sekolah (guru UKS) dalam pemberian TTD belum dicatat pada Kartu Suplementasi Gizi. Kartu tersebut berisi anjuran bagi remaja putri dan wanita usia subur untuk mengonsumsi TTD serta mencatatnya dalam tabel kotak kontrol seperti pada Gambar 5 berikut. Sumber : Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur (WUS) Gambar 5 Kartu Suplementasi Gizi 4) Sekolah tidak melaporkan data pemberian TTD dan kepatuhan konsumsi TTD yang direkapitulasi oleh guru pembina UKS untuk dilaporkan ke Puskesmas. Berdasarkan pengisian kuesioner tentang pemberian TTD kepada 738 responden siswa rematri dan sebelas Guru Sekolah menunjukkan bahwa: 1) Empat sekolah tidak melakukan permintaan TTD hanya menunggu distribusi rutin dari Puskesmas; 2) Tiga sekolah belum menditribusikan TTD ke rematri hingga kedaluwarsa; 3) Pembagian TTD untuk rematri berdasarkan kebijakan dari sekolah masing-masing; 4) Tiga sekolah melakukan pemberian TTD kepada rematri sebanyak empat tablet sekaligus untuk satu bulan dan boleh dibawa pulang kemudian dikonsumsi di rumah; 5) Terdapat 71 siswi atau 10% dari responden tidak pernah menerima TTD; dan 6) Sejumlah 144 siswi atau 20% dari responden tidak mengonsumsi TTD setiap minggu. b. Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif Belum Sesuai Target ASI eksklusif adalah pemberian ASI atau air susu ibu untuk bayi sejak baru lahir hingga berumur 6 bulan secara kontinyu tanpa digantikan oleh minuman serta makanan lain. Capaian ASI ekslusif dari masing-masing Puskesmas dihitung menggunakan Register Kohort Manual Bayi dan Balita. Sesuai Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024 (RAN-PASTI) pada Matrik Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting, target capaian ASI Ekslusif pada tahun 2022 sebesar 60% dan tahun 2023 sebesar 70%. Capaian ASI Ekslusif Kota Bima di masing-masing Puskesmas tahun 2022 dan 2023 belum mencapai target, disajikan pada Tabel 10 berikut. Tabel 10 Capaian ASI Eksklusif Tahun 2022 dan 2023 No Puskesmas Persentase Bayi < 6 Bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif Tahun 2022 Tahun 2023 1 Kumbe 55,03% 73,61% 2 Mpunda 8,31% 72,35% 3 Kolo 85,29% 87,50% 4 Paruga 52,31% 42,17% 5 Rasanae Timur 80,00% 72,54% 6 Penanae 65,33% 30,88% 7 Jatibaru 63,75% 56,19% Jumlah 52,67% 58,41% Sumber data:Data Register Kohort Keterangan : : Belum mencapai target Berdasarkan Tabel 10 capaian 2022 sebesar 52,67% dan 2023 sebesar 58,41%. Pada tahun 2023, terdapat tiga puskesmas yang perlu meningkatkan capaian untuk memenuhi target nasional yaitu Puskesmas Jatibaru, Paruga, dan Penanae, dengan nilai capaian berturut-turut sebesar 56,19%, 42,17%, dan 30,88%. Untuk meningkatkan capaian ASI Ekslusif upaya yang telah dilakukan oleh Puskesmas adalah penyuluhan kepada ibu bayi pada saat kegiatan Posyandu agar bayi umur 0-6 bulan hanya diberikan ASI tanpa makanan yang lain ataupun susu formula. Berdasarkan hasil wawancara dengan Nutrisionis pada Puskesmas Penanae dan Puskesmas Paruga diketahui bahwa target ASI Ekslusif belum tercapai karena banyaknya para ibu yang bekerja; adanya anggapan ASI saja tidak cukup sehingga perlu ditambah dengan susu formula; ibu ataupun keluarga pengasuh terlalu dini memberikan makanan pendamping ASI maupun pemberian susu formula lebih praktis. c. Capaian Imunisasi Dasar Lengkap Tahun 2023 Belum Sesuai Target Imunisasi Dasar Lengkap merupakan pemberian vaksin kepada bayi umur 0 - 11 bulan 29 hari secara lengkap dan sesuai dengan periode waktu vaksinnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, Imunisasi Dasar Lengkap pada Lampiran Bab II Jenis dan Jadwal Imunisasi, tersaji pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Daftar Imunisasi Dasar Lengkap Umur Jenis Interval Minimal untuk jenis Imunisasi yang sama 0-24 Jam Hepatitis B 1 bulan BCG, Polio 1 2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2 1 bulan 3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV 9 bulan Campak (Measles Rubella) Imunisasi yang telah dilaksanakan dicatat pada buku register imunisasi bayi dan baduta per Posyandu yang ada di Puskesmas. Tahun 2022, pencatatan dilakukan secara manual pada Buku Register Kohort, sedangkan tahun 2023 pencatatan menggunakan Aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK). Berdasarkan laporan kegiatan bulanan dari Bagian Promosi Kesehatan pada masing-masing Puskesmas diketahui kegiatan penyuluhan dan pelayanan mengenai imunisasi dasar lengkap telah dilakukan pada saat pelayanan Puskesmas dan Posyandu. Bayi yang telah memperoleh vaksinasi dicatat pada Buku Register Bayi dan Baduta yang kemudian tiap bulan direkap kedalam Laporan Bulanan Hasil Imunisasi Rutin Bayi Puskesmas atau Data Pemantauan Wilayah Setempat (Data PWS) untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan. Berdasarkan Data Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk tahun 2022 capaian imunisasi dasar lengkap Kota Bima sebesar 108,2% bayi yang telah diimunisasi, rincian pada Lampiran 6. Capaian tersebut telah melebihi target dari RPJMN sebesar 71%. Sedangkan capaian tahun 2023 periode September, sebesar 58,67% sehingga masih terdapat selisih sebesar 16,33% dari target nasional tahun 2023 sebesar 75%. Dari capaian tersebut, terdapat tiga puskesmas yang capaiannya masih dibawah 50% yaitu Puskesmas Paruga sebesar 25,6%, Puskesmas Kolo sebesar 33,8% dan Puskesmas Penanae sebesar 40% (rincian dapat dilihat pada Lampiran 7). Hasil wawancara pada petugas imunisasi di tiga puskesmas diketahui masih terdapat resistensi pemberian imunisasi kepada bayi karena orang tua bayi masih ragu atas kehalalan vaksin dan efek samping vaksin. Kurang kesadaran dan pemahaman masyarakat atas pentinganya TTD, bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI-Eksklusif, dan imunisasi dasar lengkap mengakibatkan kegiatan intervensi spesifik kurang memiliki kontribusi yang cukup efektif dalam mempercepat penurunan prevalensi stunting. Beberapa capaian yang sudah dapat dihitung masih di bawah target yang ditetapkan. Sedangkan sebagian besar capaian/indikator belum bisa dinilai ketercapaiannya/kesesuaiannya dengan target yang telah ditetapkan, mengingat kualitas sistem data masih belum memadai. 3.2.3. Intervensi Sensitif yang Dilakukan Pemerintah Kota Bima Belum Memadai Intervensi sensitif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab tidak langsung dari stunting. Sesuai dengan Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 tentang RAN PASTI pada Bab II Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2021-2024, indikator sasaran dalam intervensi sensitif adalah : a. Rumah tangga yang mendapatkan akses air minum layak di desa/kelurahan lokasi prioritas; b. Rumah tangga yang mendapatkan akses sanitasi (air limbah domestik) layak di desa/kelurahan lokasi prioritas; c. Desa/kelurahan stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF); d. Pelayanan keluarga berencana pasca melahirkan; e. Unmet need pelayanan keluarga berencana; f. Cakupan calon PUS yang memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian pelayanan nikah; g. Cakupan Pasangan Usia Subur (PUS) fakir miskin dan orang tidak mampu yang menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI); h. Cakupan pendampingan keluarga berisiko stunting; i. Cakupan Pasangan Usia Subur (PUS) dengan status miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang menerima bantuan tunai bersyarat yaitu Program Keluarga Harapan (PKH); j. Target sasaran yang memiliki pemahaman yang baik tentang stunting di lokasi prioritas; dan k. Cakupan Pasangan Usia Subur (PUS) dengan status miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang menerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Berdasarkan pemeriksaan atas pelaksanaan intervensi sensitif kepada akses air minum, sarana sanitasi, unmet need, dan pemeriksaan kesehatan pranikah, diketahui terdapat permasalahan sebagai berikut. a. Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi Layak Belum Sepenuhnya Memadai Berdasarkan kerangka penyebab masalah gizi “The Conceptual Framework of the Determinants of Child Undernutrition” dan “The Underlying Drivers of Malnutrition”, salah satu penanganan gizi secara tidak langsung untuk penurunan prevalensi stunting adalah penyediaan lingkungan pemukiman yang memadai seperti akses air bersih, air minum, dan sarana sanitasi. Kondisi lingkungan yang tidak sehat serta ketiadaan air bersih serta sarana sanitasi dapat mendorong terjadinya kasus stunting. Capaian penyediaan akses air minum dan sanitasi Kota Bima adalah sebagai berikut. 1) Persentase kelurahan stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF) selama tahun 2022 dan 2023 Kota Bima sudah mencapai 100%. Hal ini didukung oleh Deklarasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) oleh Wali Kota Bima pada tanggal 29 Nopember 2022. Selain itu, Puskesmas terus melakukan pemicuan untuk mengedukasi masyarakat agar tetap berkomitmen dalam stop BABS; 2) Persentase cakupan rumah tangga yang memiliki akses air minum layak pada tahun 2022 sebesar 96,01% telah memenuhi target nasional sebesar 95,90%. Sedangkan pada Triwulan III Tahun 2023 sebesar 96,09% belum memenuhi target nasional sebesar 97,90%; dan 3) Persentase jumlah rumah tangga yang mendapatkan akses sanitasi (air limbah domestik) layak selama tahun 2022 dan 2023 adalah 100% telah memenuhi target nasional yaitu 82,07% di tahun 2022 dan 86,03% di tahun 2023. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik atas Sistem Penyediaan Akses Air Minum (SPAM) dan Sanitasi, diketahui permasalahan sebagai berikut. 1) SPAM belum sepenuhnya berfungsi dengan baik Penyediaan akses air minum dilakukan DPUPR melalui program pengelolaan dan pengembangan SPAM. Pengembangan SPAM yang dilakukan berupa pengembangan jaringan distribusi dan sambungan rumah dan penambahan sumur dalam terlindungi. Program ini selanjutnya akan dikelola oleh PDAM Tirta Dharma Bima melalui Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Bima dengan PDAM Tirta Dharma Bima Nomor 180/13/NKD/IX/2020 dan 130/PDAM-BIMA/IX/2020 tanggal 17 September 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan SPAM di Wilayah Kota Bima. Pada tahun 2022, pengembangan SPAM dilaksanakan pada lima kelurahan dan tahun 2023 dilaksanakan pada tujuh kelurahan. Hasil pengujian fisik pada pengembangan jaringan distribusi dan sambungan rumah tahun 2022 yang dibangun di Kelurahan Ule diketahui bahwa jaringan SPAM di Kelurahan Ule berada cukup jauh dari sumber mata air. Pengembangan jaringan distribusi dan sambungan rumah tersebut mengakses ke Sumur Dalam Terlindungi Jatiwangi milik DPUPR dan diperuntukkan bagi 60 keluarga penerima manfaat. Dari sepuluh pipa sambungan rumah yang diuji petik seluruhnya tidak berfungsi. Hasil wawancara kepada masyarakat diketahui bahwa masyarakat sudah lama tidak bisa mengakses air bersih melalui pipa tersebut. Masyarakat menggunakan sumur bor atau sumur gali untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Sedangkan, untuk kebutuhan air minum dan masak, masyarakat masih membeli Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Pipa sambungan rumah yang tidak berfungsi dan sumur gali yang digunakan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Pipa Jaringan yang Dibangun di Kelurahan Ule Tidak Berfungsi Sehingga Masyarakat Masih Menggunakan Sumur untuk Memenuhi Kebutuhan Air Bersih Hasil konfirmasi kepada Pejabat Fungsional Teknik Penyehatan Lingkungan DPUPR, diketahui bahwa air tidak mengalir karena pompa air untuk Sumur Dalam Terlindungi Jatiwangi tidak berfungsi. Pompa air tersebut dikelola oleh PDAM Tirta Dharma Bima, sehingga pembayaran listrik maupun pemeliharaannya menjadi beban dari PDAM. Saat ini operasional PDAM Tirta Dharma Bima terganggu karena adanya konflik internal. Dampak tidak berfungsinya pompa dirasakan oleh tiga kelurahan lainnya yaitu Kelurahan Jatiwangi, Melayu, dan Manggemaci, karena posisi kelurahan tersebut berdekatan. Posisi empat kelurahan tersebut terlihat pada Gambar 7. Gambar 7 Posisi Kelurahan Jatiwangi, Melayu, Ule, dan Manggemaci yang Berdekatan Dari empat kelurahan yang terdampak, tiga kelurahan merupakan lokus penurunan stunting tahun 2023 yaitu Ule, Jatiwangi dan Manggemaci. 2) Sarana sanitasi belum sepenuhnya difungsikan dengan baik DPUPR telah membangun 700 sarana sanitasi individual yang diperuntukkan bagi 700 keluarga penerima manfaat di 14 kelurahan pada tahun 2022 dan 780 sarana sanitasi individual untuk 780 keluarga penerima manfaat di 10 kelurahan. Pembangunan sarana sanitasi individual meliputi pembangunan septik, pekerjaan jaringan pipa dan pembangunan kloset tanpa bilik. Sedangkan pekerjaan bilik kloset dan penyediaan akses air bersih terhadap sarana sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat penerima manfaat. Berdasarkan hasil wawancara kepada DPUPR diketahui sebagai berikut. a) DPUPR hanya menerima usulan keluarga penerima manfaat dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terpilih; b) KSM dipilih oleh Lurah atas musyawarah dengan masyarakat; dan c) KSM menyusun rencana kerja program pembangunan sarana sanitasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Lurah Santi diketahui bahwa: a) Keluarga Penerima Manfaat dipilih berdasarkan data keluarga yang masih BABS dari Dikes dan tidak memprioritaskan keluarga stunting atau berisiko stunting; b) Calon penerima manfaat diverifikasi oleh Lurah untuk memastikan pemenuhan kriteria penerima program; c) Lurah melakukan sosialisasi terkait program sanitasi yang akan dibangun dan tanggungjawab calon penerima manfaat; dan d) Setelah program selesai dibangun, selanjutnya Lurah akan memonitor pembangunan bilik dan penyediaan air bersih sehingga sarana sanitasi dapat digunakan. Hasil observasi pada 10 rumah keluarga penerima manfaat atas pembangunan sarana sanitasi pada Kelurahan Santi, tujuh diantaranya kloset belum difungsikan bahkan terbengkalai. Hasil wawancara kepada masyarakat sebagai penerima manfaat, kloset tidak digunakan karena masyarakat belum mampu membangun bilik kloset sehingga masih menumpang di sarana sanitasi milik orang lain. Gambar 8 Kloset Program Pembangunan Tangki Septik di Kelurahan Santi yang Tidak Digunakan/Terbengkalai Pada Gambar 8, nampak bahwa kloset hasil program sanitasi di Kelurahan Santi terbengkalai tanpa bilik. Selanjutnya diketahui bahwa monitoring proses pembangunan bilik dan penyediaan air bersih oleh masyarakat tidak dilakukan secara menyeluruh, sehingga masih ditemukan keluarga penerima manfaat yang belum menindaklanjuti sarana sanitasi yang telah diberikan. b. Persentase Unmet Need Pelayanan Keluarga Berencana Belum Mencapai Target Unmet need adalah kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi dan kondisi perempuan kawin yang tidak ingin memiliki anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran tetapi tidak memakai kontrasepsi. Persentase unmet need Kota Bima tahun 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 14,17% dan 12,19% belum memenuhi target sesuai Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 yaitu sebesar 8% untuk tahun 2022 dan 7,7% untuk tahun 2023. Capaian unmet need di masing-masing kelurahan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Pemerintah Kota Bima telah melakukan upaya penurunan persentase unmet need berupa penyuluhan KB yang bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya Keluarga Berencana. Materi dan tanggal pelaksanaan penyuluhan yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Pelaksanaan Penyuluhan KB No Materi Tanggal Pelaksanaan 1 Kesehatan Reproduksi 4-8 April 2022 2 Pertemuan Penyuluhan Kelompok Pelayanan Pasca Persalinan (KBPP) 2-8 Juni 2022 3 Peningkatan Gizi Balita dan Anak 28 Juli – 3 Agustus 2022 4 Peningkatan Kesehatan Ibu dan Bayi 4-8 Agustus 2022 5 Kontrasepsi untuk pria atau MOP 22-26 Agustus 2022 6 1000 Hari Pertama Kehidupan 12-16 September 2022 7 Peranan Pria dalam ber-KB 24 Januari – 2 Februari 2022 8 Perencanaan Kehamilan Sebagai Upaya Penurunan Stunting 13-17 Februari 2022 Berdasarkan wawancara dengan Fungsional Penata Kependudukan Keluarga Berencana diketahui bahwa PUS yang tidak mau ber-KB alasannya karena masih ingin punya anak, alat kontrasepsi tidak cocok, dan memiliki riwayat penyakit darah tinggi. Penyuluhan telah dilakukan kepada catin, PUS, ibu hamil, Penyuluh Keluarga Berencana (PKB), Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), dan remaja di lima kecamatan dengan materi diantaranya terkait kontrasepsi untuk pria atau Metode Operasi Pria (MOP), Peranan Pria dalam ber-KB, dan perencanaan kehamilan. c. Pemeriksaan Kesehatan Belum Menjadi Persyaratan Pernikahan Pemerintah Kota Bima telah menyusun Nota Kesepakatan/ Memorandum of Understanding (MoU) Nomor 188.4/09/Dikes/I/2023 antara Dikes dengan Kanwil Kemenag tentang pelayanan kesehatan bagi pengantin. Di mana Dikes dalam hal ini seluruh Puskesmas yang ada di wilayah Kota Bima memberikan pelayanan kesehatan kepada calon pengantin berupa: 1) Pemeriksaan status kesehatan (Tanda-tanda vital); 2) Pemeriksaan Darah (Minimal pemeriksaan HB dan golongan darah, serta pemeriksaan lainnya sesuai kemampuan Puskesmas dan kesepakatan calon pengantin seperti HIV, Hepatitis B, Sipilis); 3) Pemeriksaan status gizi (pengukuran lingkar lengan atas dan IMT); 4) Pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) kepada calon pengantin; 5) Pembuatan Surat Keterangan Sehat untuk calon pengantin; dan 6) Konsultasi lanjutan atau tindakan rujukan apabila terdapat kasus yang membutuhkan penganan lebih lanjut. Berdasarkan hasil wawancara dengan pendeta GKII Ekklesia Bima dan PHDI, diketahui bahwa pemeriksaan kesehatan belum menjadi salah satu syarat administrasi sebelum pernikahan. Setelah pemberkatan, pasangan akan diberi surat pernyataan menikah dari gereja yang dapat digunakan untuk mengajukan akta pernikahan dan mencatat pernikahan secara negara di Dinas Dukcapil. Hasil permintaan keterangan dengan Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kanwil Kemenag Kota Bima menyatakan bahwa pernikahan yang tidak dilaksanakan oleh KUA atau non muslim, belum mewajibkan persyaratan tes kesehatan sebagai salah satu syarat administrasi pernikahan. Belum terdapat MoU antara Dikes dengan Pemuka Agama non muslim seperti Ketua PHDI untuk agama Hindu dan Penyelenggara Kristen Kemenag untuk agama Kristen dan Katolik terkait menambahkan syarat pemeriksaan kesehatan di Puskesmas. |