Semester I Tahun 2025
  1

Pengelolaan Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Parkir, dan BPHTB pada Badan Pendapatan Daerah Belum Tertib


29-Sep-2025 12:39:56

Kondisi
Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat menyajikan realisasi anggaran Pendapatan Pajak Daerah pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA) (audited) Tahun 2024 senilai Rp106.869.886.739,00 atau sebesar 129,60% dari anggaran senilai Rp82.460.000.000,00 sebagaimana disajikan pada tabel berikut.
No Sub Kelompok Pendapatan Realisasi (Rp)
1 Pajak Hotel 2.186.549.258,00
2 Pajak Restoran 45.669.116.244,00
3 Pajak Hiburan 13.907.500,00
4 Pajak Reklame 791.792.500,00
5 Pajak Penerangan Jalan 21.791.793.995,00
6 Pajak Parkir 208.394.050,00
7 Pajak Air Tanah 4.137.954.621,00
8 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) 14.678.356.143,00
9 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBBP2) 1.356.104.176,00
10 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 16.035.918.252,00
Total 106.869.886.739,00
Realisasi kegiatan Pendapatan Pajak Daerah berada dalam pengelolaan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Pengelolaan perpajakan daerah sesuai yang diamanahkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, telah merestrukturisasi jenis pengelolaan pajak dan retribusi sesuai dengan kewenangan diberikan kepada daerah untuk memungut pajak dan retribusi tersebut, didukung dengan semangat sinergisme pendanaan dalam rangka pencapaian tujuan bernegara. Oleh karena itu, Sistem Pengendalian Intern yang memadai menjadi persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pajak daerah. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik pada pengelolaan pajak daerah, diketahui terdapat beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut.
a. Aplikasi SIMTAX yang digunakan Bapenda belum dapat menyajikan informasi peredaran usaha dan status pelaporan SPTPD oleh wajib pajak
Bapenda menatausahakan pengelolaan pendapatan pajak dengan menggunakan sistem informasi. Berdasarkan walktrough terhadap penatausahaan pendapatan pajak daerah, diketahui bahwa selama tahun 2024 terdapat beberapa sistem informasi yang digunakan dalam penatausahaan pendapatan sektor perpajakan. Sistem tersebut antara lain: 1) SIMPBB untuk Pengelolaan PBB-P2; 2) E-BPHTB untuk BPHTB; 3) Mysimpatda untuk jenis pajak lainnya sampai sekitar bulan Maret 2024; dan 4) Single Tax System (SIMTAX) yang digunakan secara bertransisi dan bertahap untuk jenis pajak selain PBB-P2 dan BPHTB mulai Maret 2024.
Lebih lanjut, Kabupaten Sumbawa Barat telah membentuk Tim Pendataan, Penetapan, dan Pemungutan Pajak (TPPPP) pada Bapenda sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor 100.3.3.2.731 Tahun 2024 untuk kegiatan pemungutan pajak. Berdasarkan walktrough lebih lanjut, diketahui SIMTAX merupakan aplikasi yang dibuat oleh pihak ketiga dan terintegrasi dengan wajib pajak (WP) yaitu aplikasi Single Tax pada gawai elektronik WP yang terhubung dengan server SIMTAX di sisi Bapenda. Untuk WP dari jenis pajak perhitungan sendiri, bisa langsung mendaftar sebagai WP, mendaftar objek pajak, dan menginput peredaran usaha sebagai dasar pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) sebagai dasar pembayaran.
Sesuai dengan yang diamanahkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, WP dengan jenis perhitungan pajak sendiri memiliki Kewajiban Pengisian dan Penyampaian
SPTPD untuk setiap masa pajak, di mana SPTPD tersebut paling sedikit memuat peredaran usaha dan jumlah pajak terutang per jenis usaha dalam satu masa pajak. Bila WP tidak melaporkan maupun terlambat melaporkan SPTPD, maka pemerintah daerah dapat menetapkan sanksi administratif berupa denda. Lebih lanjut, pemerintah daerah melalui kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitan atas SPTPD yang disampaikan WP untuk meyakinkan ketepatan administrasi, waktu pembayaran, dan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)nya.
Berdasarkan analisis secara uji petik pada data keluaran database SIMTAX untuk Pajak, walktrough sistem, dan wawancara diketahui bahwa masih terdapat kelemahan sistem pada SIMTAX sisi Bapenda, yaitu TPPPP yang menggunakan SIMTAX tidak dapat mengakses informasi secara keseluruhan berupa jumlah transaksi peredaran usaha yang menjadi dasar pengenaan pajak yang diinput pada sistem SIMTAX. Oleh karena itu, TPPPP tidak dapat melakukan penelitian atas SPTPD pada SIMTAX.
Selain itu, berdasarkan wawancara dan walktrough dengan Staf TPPPP pada Kepala Bidang Pengelolaan Pendapatan, diketahui TPPPP tidak dapat mengakses informasi terkait kepatuhan pelaporan SPTPD WP untuk setiap masa pajak. Atas pengujian secara uji petik pada data di Mysimpatda, SIMTAX, dan pencatatan manual TPPPP untuk jenis Pajak Hotel/Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Perhotelan dan Pajak Restoran/PBJT Makan Minum, diketahui terdapat kekosongan data pelaporan pajak sebagai berikut.
No Jenis Pajak Jumlah WP Jumlah SPTPD yang Dilaporkan Jumlah SPTPD yang Seharusnya Dilaporkan Jumlah WP Luput Lapor Jumlah SPTPD Belum Dilapor
a b c d e f g = e - d
1 PBJT Perhotelan 57 575 598 7 23
2 PBJT Makan Minum (data Simtax sejak TW II) 264 959 2.376 208 1.417
Berdasarkan data pada tabel di atas, diketahui untuk jenis PBJT Perhotelan masih terdapat 23 SPTPD dari seharusnya 598 SPTPD yang dilaporkan, atau masih terdapat 3,85% tingkat ketidakpatuhan SPTPD, dan untuk jenis PBJT Makan Minum masih terdapat 1.417 dari 2.376 SPTPD yang seharusnya dilaporkan, atau masih terdapat 59,64% tingkat ketidakpatuhan SPTPD.
Berdasarkan konfirmasi pada petugas TPPPP untuk jenis PBJT Makan Minum, diketahui bahwa secara umum terdapat dua jenis WP untuk kegiatan ini, yaitu restoran/rumah makan dan catering. Petugas TPPPP berfokus pada WP restoran/kedai/warung yang beroperasi di Kabupaten Sumbawa Barat. Untuk transaksi dari catering pada umumnya dilakukan pemotongan dari transaksi realisasi kegiatan SKPD di lingkungan Pemkab Sumbawa Barat. Tidak dilakukan pemantauan kepatuhan SPTPD untuk WP dari catering. Berdasarkan penelaahan pada data SIMTAX dan pencatatan manual Petugas TPPPP, diketahui terdapat total 264 WP, 56 di antaranya adalah tempat makan yang aktif dikelola oleh Petugas TPPPP, dan 208 adalah catering dari kegiatan pemerintah yang tidak terpantau kepatuhan SPTPD-nya.
Lebih lanjut, Aplikasi SIMTAX pada sisi Petugas TPPPP juga belum dapat menunjukkan WP yang belum melaporkan SPTPD. Petugas TPPPP dapat mengakses data WP yang sudah melapor dan membayar transaksi pajak sesuai masanya. Berdasarkan wawancara dengan Petugas TPPPP, diketahui bahwa WP sebenarnya dapat melaporkan nihil bila atas masa pajak tertentu tidak ada transaksi. Walaupun demikian, pada sisi Petugas TPPPP, tidak dapat diketahui statusnya apakah WP belum melapor SPTPD atau SPTPD melapor nihil.
Lebih lanjut, Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk jenis pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh WP, yang salah satunya dapat dilakukan apabila WP tidak menyampaikan SPTPD dalam jangka waktu tertentu dan telah ditegur secara tertulis. Berdasarkan konfirmasi pada Kepala Bidang Pengelolaan Pendapatan, diketahui bahwa praktik yang dilakukan selama ini yaitu para Petugas TPPPP didorong untuk melakukan pendekatan persuasif pada para WP untuk melaporkan SPTPD. Selama tahun 2024, belum pernah ditetapkan surat teguran untuk WP yang tidak melapor SPTPD. Konfirmasi lebih lanjut pada Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi Bapenda, belum pernah dibuat SKP untuk WP yang belum melapor SPTPD selama tahun 2024.
b. Pengelolaan Pajak Parkir belum tertib
Salah satu jenis pajak pendapatan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat adalah Pendapatan Pajak Parkir. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Tahun 2024 merupakan tahun mulainya diberlakukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, sehingga Pajak Parkir tergabung dalam kelompok PBJT. Pada Pemerintah Daerah Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jasa Parkir yaitu penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan. Lebih lanjut, yang dikecualikan dari jasa penyediaan tempat parkir di antaranya meliputi jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Berdasarkan hasil reviu atas data Pajak Parkir, observasi, dan wawancara kepada Kepala Bidang Pengelolaan Pendapatan, diketahui bahwa Bapenda menarik Pajak Parkir atas jasa parkir pada 12 lokasi. Sebanyak 11 lokasi di antaranya, penyetoran Pajak Parkir seharusnya dilakukan secara self assessment/perhitungan sendiri, namun tidak didukung dengan dasar perhitungan sendiri dari nilai peredaran usaha, melainkan, hanya didasarkan pada kesepakatan lisan. Rincian 11 lokasi pada tabel berikut.
No Lokasi Tarif Kesepakatan (Rp) Dinas Teknis
1 Pasar Tana Mira Taliwang 1.500.000/bulan Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan
2 Pasar Sekongkang 200.000/bulan Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan
3 Pasar Jereweh 200.000/bulan Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan
4 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Asy-Syifa 20.000/hari RSUD Asy-Syifa
5 ET 300.000/bulan Perhitungan sendiri oleh WP
6 MDT 300.000/bulan Perhitungan sendiri oleh WP
7 Pasar Maluk 300.000/bulan Perhitungan sendiri oleh WP
8 KP 100.000/bulan Perhitungan sendiri oleh WP
9 Kantor BNI KCP Maluk 750.000/bulan Perhitungan sendiri oleh WP
10 IDMR 300.000/bulan/toko Perhitungan sendiri oleh WP
11 ALFM 350.000/bulan/toko Perhitungan sendiri oleh WP
c. Terdapat ketidaktepatan penghitungan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) pada pembayaran BPHTB dan terdapat Notaris yang tidak melapor transaksi BPHTB yang belum dikenakan denda
NPOPTKP merupakan nilai pengurang nilai perolehan sebagai dasar pengenaan BPHTB, yang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan senilai Rp80.000.000,00 untuk perolehan hak pertama WP di wilayah daerah tempat terutangnya BPHTB. Berdasarkan analisis data E-BPHTB, penelaahan dokumen sumber, dan konfirmasi kepada Bapenda, diketahui terdapat tiga transaksi BPHTB yang seharusnya tidak dikenakan NPOPTKP namun masih tetap dikenakan, sehingga terjadi kekurangan penerimaan senilai Rp7.214.802,00. Kepala Bidang Pengelolaan Pendapatan menyatakan bahwa atas transaksi-transaksi BPHTB tersebut terjadi di awal tahun dimana parameter pada sistem E-BPHTB belum sempat disesuaikan dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2023 dan terlanjur ada transaksi dengan rincian sebagai berikut.
No Nama No. Register Nilai BPHTB Terbayar (Rp) Nilai BPHTB Seharusnya (Rp) Selisih (Rp)
a b c d e f = e – d
1 SYD 515 4.000.000,00 7.000.000,00 3.000.000,00
2 SYD 516 5.403.323,00 6.930.365,00 1.527.042,00
3 SYD 517 990.700,00 3.678.460,00 2.687.760,00
Total 7.214.802,00
Selain itu, diketahui terdapat transaksi BPHTB bulan Mei dan Oktober 2024 dari notaris a.n. KM yang belum dilaporkan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan yang dipersyaratkan pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2023, notaris sesuai kewenangannya wajib melaporkan pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dan/atau akta atas tanah dan/atau bangunan kepada Bupati paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya, dan bila tidak melakukannya dikenakan sanksi denda senilai Rp1.000.000,00 untuk setiap laporan dimaksud. Berdasarkan konfirmasi kepada Kepala Subbidang Pendataan dan Penetapan Bapenda, atas laporan untuk transaksi di bulan Mei dan Oktober 2024 yang belum diterima tersebut belum ditetapkan sanksi administratif berupa denda senilai Rp2.000.000,00


Kriteria
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Pasal 18:
1) ayat (1) menyatakan bahwa “Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan”;
2) ayat (3) menyatakan bahwa “Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a) huruf h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
b) huruf j. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
c) huruf k. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting”.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada:
1) Pasal 68:
a) ayat (1) menyatakan bahwa “Wajib Pajak untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) wajib mengisi SPTPD;
b) ayat (2) menyatakan bahwa “SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup seluruh jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) terutang yang telah dibayar oleh Wajib Pajak”;
c) ayat (3) menyatakan bahwa “SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat peredaran usaha dan jumlah Pajak terutang per jenis Pajak dalam satu masa Pajak”;
d) ayat (4) menyatakan bahwa “SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Daerah setelah berakhirnya masa Pajak dengan dilampiri SSPD sebagai bukti pelunasan Pajak”;
3) Pasal 69 ayat (1) menyatakan bahwa “Pelaporan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dilakukan setiap masa Pajak”;
4) Pasal 72:
a) ayat (1) menyatakan bahwa “Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk melakukan Penelitian atas SPTPD yang disampaikan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
b) ayat (2) menyatakan bahwa “Penelitian atas SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
(1) huruf a. kesesuaian batas akhir pembayaran dan/atau penyetoran dengan tanggal pelunasan dalam SSPD;
(2) huruf b. kesesuaian antara SSPD dengan SPTPD; dan
(3) huruf c. kebenaran penulisan, penghitungan, dan atau administrasi lainnya”;
5) Pasal 75:
a) ayat (1) menyatakan bahwa “Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak terutangnya Pajak, Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4)”;
b) ayat (2) huruf b menyatakan bahwa “SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diterbitkan dalam hal terdapat Pajak yang kurang atau tidak dibayar berdasarkan: b. penghitungan secara jabatan karena: 1. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPTPD dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) dan telah ditegur secara tertulis namun tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; atau 2. Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) atau Pasal 74 ayat (1)”;
c. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah pada:
1) Pasal 11 ayat (4) menyatakan bahwa “Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk perolehan hak pertama Wajib Pajak di wilayah Daerah tempat terutangnya BPHTB”;
2) Pasal 17:
a) ayat (1) huruf b menyatakan bahwa “Pejabat pembuat akta tanah atau notaris sesuai kewenangannya wajib: melaporkan pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dan/atau akta atas tanah dan/atau Bangunan kepada Bupati paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya”;
b) ayat (2) huruf b menyatakan bahwa “Dalam hal pejabat pembuat akta tanah atau notaris melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa: denda sebesar Rpl.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b”;
3) Pasal 26 menyatakan bahwa “Dasar pengenaan PBJT merupakan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu, meliputi salah satunya huruf d. jumlah pembayaran kepada penyedia atau penyelenggara tempat parkir dan/atau penyedia layanan memarkirkan kendaraan untuk PBJT atas Jasa Parkir”;
4) Pasal 28 menyatakan bahwa “Tarif PBJT di Daerah ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) … konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen)”;
5) Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa “Besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 dengan tarif PBJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28”;
6) Pasal 61 ayat (1) menyatakan bahwa “Jenis penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa yang merupakan objek Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf b di antaranya:
a) huruf c. penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan; dan
b) huruf j. pemanfaatan aset Daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi perangkat daerah dan/atau optimalisasi aset Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
7) Pasal 97:
a) ayat (1) menyatakan bahwa “Wajib Pajak untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) wajib mengisi SPTPD”;
b) ayat (2) menyatakan bahwa “Pelaporan SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap masa Pajak”; dan
c) ayat (3) menyatakan bahwa “Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda”.
Akibat
Hal tersebut di atas mengakibatkan:
a. Kekurangan penerimaan atas ketidaksesuaian perhitungan BPHTB senilai Rp7.214.802,00;
b. Denda yang belum tertagih atas sanksi administratif pelaporan PPAT/Notaris senilai Rp2.000.000,00;
c. Potensi penerimaan daerah dari WP hotel dan WP restoran yang belum melaporkan SPTPD tidak terpantau; dan
d. Realisasi penerimaan pajak parkir tidak didasarkan pada peredaran usaha yang senyatanya.
Sebab
Permasalahan tersebut di atas disebabkan Kepala Bapenda: a. Tidak melakukan pengawasan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Parkir baik di lokasi milik pemerintah daerah maupun swasta;
b. Belum menyempurnakan aplikasi SIMTAX sebagai sistem informasi dalam penatausahaan pendapatan sektor perpajakan yang dapat mengakomodir data dan informasi terkait kepatuhan pemenuhan SPTPD WP;
c. Belum menerbitkan SKPDKB atas ketidaksesuaian perhitungan BPHTB yang dipergunakan sebagai dasar untuk menagih kekurangan penerimaan senilai Rp7.214.802,00; dan
d. Belum mengenakan denda atas sanksi administratif transaksi BPHTB yang belum dilaporkan oleh PPAT/Notaris senilai Rp2.000.000,00
Rekomendasi
1               BPK merekomendasikan Bupati Sumbawa Barat agar menginstruksikan Kepala Bapenda untuk Melakukan pengawasan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Parkir baik di lokasi milik pemerintah daerah maupun swasta antara lain dengan: 1) Memastikan bahwa penyetoran Pajak Parkir didasarkan dengan perhitungan sendiri oleh wajib pajak; dan 2) Berkoordinasi dengan Dinas Koperasi, Perdagangan, dan Perindustrian serta RSUD Asy-Syifa untuk mendapatkan kepastian status aktivitas parkir pada area di bawah pengelolaannya (Belum Sesuai)
2               BPK merekomendasikan Bupati Sumbawa Barat agar menginstruksikan Kepala Bapenda untuk Menyempurnakan aplikasi SIMTAX sehingga dapat mengakomodir data dan informasi terkait kepatuhan pemenuhan SPTPD Wajib Pajak (Belum Sesuai)
3               BPK merekomendasikan Bupati Sumbawa Barat agar menginstruksikan Kepala Bapenda untuk Menerbitkan SKPDKB atas ketidaksesuaian perhitungan BPHTB yang dipergunakan sebagai dasar untuk menagih kekurangan penerimaan senilai Rp7.214.802,00. (Belum Sesuai)
4               BPK merekomendasikan Bupati Sumbawa Barat agar menginstruksikan Kepala Bapenda untuk Mengenakan denda atas sanksi administratif transaksi BPHTB yang belum dilaporkan oleh PPAT/Notaris senilai Rp2.000.000,00. (Belum Sesuai)


Tanya Jawab
Belum ada komentar di diskusi ini.

Silahkan Login Untuk Komentar / Diskusi.
Login Member