Semester I Tahun 2024
  10

Pengelolaan Pendapatan Pajak Daerah Belum Memadai


01-Oct-2024 14:33:49

Kondisi
Pemerintah Kabupaten Lombok Barat pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahun 2023 menganggarkan Pendapatan Pajak Daerah senilai Rp157.988.591.503,00 dengan realisasi senilai Rp127.964.969.603,82 atau 81,00% dengan rincian sebagai berikut. Tabel 3 Rincian Pendapatan Pajak Daerah Tahun 2022 dan 2023 (dalam Rupiah) No Uraian Tahun 2023 Anggaran Realisasi % 1 Pajak Hotel 35.794.433.789,00 24.732.150.502,79 69,09 2 Pajak Restoran 33.562.784.079,00 22.133.371.187,03 65,95 3 Pajak Hiburan 736.126.769,00 326.770.954,00 44,39 4 Pajak Reklame 1.419.001.153,00 786.075.003,00 55,40 5 Pajak Penerangan Jalan 33.100.000.000,00 30.069.964.342,00 90,85 6 Pajak Parkir 617.180.000,00 151.751.087,00 24,59 7 Pajak Air Tanah 3.820.339.726,00 3.474.307.487,00 90,94 8 Pajak Sarang Burung Walet 58.590.000,00 900.000,00 1,54 9 Pajak MBLB 725.770.000,00 27.266.372,00 3,76 10 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 23.200.000.000,00 19.768.392.634,00 85,21 11 Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 24.954.365.987,00 26.494.020.035,00 106,17 Jumlah 157.988.591.503,00 127.964.969.603,82 81,00 Beberapa jenis Pajak Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat adalah sebagai berikut. a. Pajak Hotel, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel; b. Pajak Restoran, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran; c. Pajak Hiburan, yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan; d. Pajak Parkir, yaitu pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan, berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor; dan e. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), yaitu pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Kelima jenis pajak tersebut merupakan pajak yang dipungut dengan sistem self assessment, yaitu Wajib Pajak (WP) menghitung, memperhitungkan, dan menetapkan pajak terutang serta membayar pajaknya sendiri. WP berkewajiban melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) yang merupakan dokumen yang digunakan oleh WP untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Hasil pemeriksaan secara uji petik atas pengelolaan pendapatan Pajak Daerah Tahun 2023 yang dikelola oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menunjukkan permasalahan sebagai berikut. a. Pendataan WP Belum Memadai Pendataan merupakan aktivitas penting dalam proses bisnis Pajak Daerah, karena merupakan langkah awal untuk dapat memungut pajak dari WP sesuai kewajiban perpajakannya. Kegiatan pendataan dianggarkan dalam Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bapenda pada kegiatan Pemutakhiran Data Subjek Objek Pajak (PDSOP) dan pendataan pajak lainnya. Untuk itu, diperlukan perencanaan yang baik agar pendataan dapat dilakukan secara berkala dan menghasilkan data yang andal. Hasil pemeriksaan uji petik terhadap pendataan WP Restoran, Hotel, dan MBLB diketahui hal-hal sebagai berikut. 1) Pendataan atas WP Hotel, Restoran, serta MBLB belum dilakukan. Berdasarkan keterangan Kepala Bidang Pendataan Bapenda, diketahui bahwa kegiatan PDSOP ditujukan untuk pendataan PBB-P2. Sedangkan pendataan jenis pajak yang lain, tidak terdapat program/kegiatan khusus. Selama ini pendataan WP Restoran dilakukan dengan cara meminta data dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) terkait data perizinan usaha rumah makan/restoran dan hotel pada aplikasi One Single Submission (OSS), dan memperoleh data Izin Usaha Pertambangan (IUP) MBLB per semester dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB); 2) Terdapat tujuh pemilik izin MBLB yang terdaftar di database Provinsi NTB namun belum ditetapkan sebagai WP MBLB tahun 2023. Berdasarkan data IUP MBLB Provinsi NTB, pemilik izin yang masih beroperasi per 31 Desember 2023 sebanyak 15 pemilik izin. Dari 15 pemilik izin, hanya delapan yang ditetapkan sebagai WP dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) sedangkan tujuh pemilik izin belum ditetapkan sebagai WP MBLB, dengan rincian pada Lampiran 1; 3) Hasil pemeriksaan secara uji petik pada dokumen Surat Pertanggungjawaban (SPJ) belanja makan minum, diketahui terdapat 25 restoran belum ditetapkan sebagai WP Restoran oleh Bapenda. Restoran tersebut dapat menjadi data potensi untuk memaksimalkan pendapatan. Data 25 restoran disajikan pada Lampiran 2; dan 4) Bapenda belum memanfaatkan data hotel yang terdapat pada aplikasi Online Travel Agent (OTA) seperti Traveloka, Airbnb, dan Agoda. Lebih lanjut, Bapenda juga belum memanfaatkan data restoran pada aplikasi pesan antar online seperti GrabFood dan GoFood, serta aplikasi peta online gratis seperti Google Maps. Hasil penelusuran aplikasi online menunjukkan terdapat 11 hotel dan 13 restoran yang belum ditetapkan sebagai WP. Hotel dan restoran tersebut dapat menjadi data potensi untuk memaksimalkan pendapatan. Data hotel dan restoran dapat dilihat pada Lampiran 3. Kepala Bidang Pendataan Bapenda menyampaikan bahwa pihaknya belum menggali data potensi Pajak Hotel dan Restoran yang digunakan oleh sekolah, puskesmas, maupun aplikasi online. Selain itu juga, Bapenda belum melakukan pendataan potensi Pajak MBLB perseorangan maupun badan usaha yang melakukan penambangan MBLB di wilayah Kabupaten Lombok Barat. Tidak terdapat program/kegiatan untuk melakukan pendataan ke lapangan terhadap pengambilan MBLB. b. Penetapan Target Pendapatan Pajak Daerah Belum Didukung Basis Perhitungan yang Jelas Hasil pemeriksaan atas target Pendapatan Pajak Daerah diketahui bahwa penetapan anggaran Pendapatan Pajak Daerah belum dihitung berdasarkan basis perhitungan yang jelas. Berdasarkan LRA Tahun 2023, terdapat kenaikan anggaran Pendapatan Pajak Daerah senilai Rp8.699.999.999,00 dibandingkan dengan tahun 2022, sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut. Tabel 4 Perbandingan Anggaran Pendapatan Pajak Daerah Tahun 2022 dan 2023 (dalam Rupiah) No Uraian Tahun 2022 Tahun 2023 Kenaikan Anggaran Tahun 2023 dibandingkan Tahun 2022 Anggaran Realisasi % Anggaran Nilai % 1 Pajak Hotel 35.194.433.789,00 16.886.542.867,70 47,98 35.794.433.789,00 600.000.000,00 1,70 2 Pajak Restoran 32.162.784.079,00 16.310.318.849,25 50,71 33.562.784.079,00 1.400.000.000,00 4,35 3 Pajak Hiburan 436.126.769,00 292.664.302,00 67,11 736.126.769,00 300.000.000,00 68,79 4 Pajak Reklame 1.419.001.153,00 1.010.987.544,00 71,25 1.419.001.153,00 0,00 0,00 5 Pajak Penerangan Jalan 28.000.000.000,00 28.446.833.176,00 101,60 33.100.000.000,00 5.100.000.000,00 18,21 6 Pajak Parkir 617.180.000,00 234.725.286,00 38,03 617.180.000,00 0,00 0,00 7 Pajak Air Tanah 3.820.339.726,00 2.771.699.985,00 72,55 3.820.339.726,00 0,00 0,00 8 Pajak Sarang Burung Walet 58.590.000,00 550.000,00 0,94 58.590.000,00 0,00 0,00 9 Pajak MBLB 725.770.000,00 549.375,00 0,08 725.770.000,00 0,00 0,00 10 PBB-P2 22.500.000.000,00 15.953.594.173,00 70,90 23.200.000.000,00 700.000.000,00 3,11 11 BPHTB 24.354.365.988,00 22.699.571.365,00 93,21 24.954.365.987,00 599.999.999,00 2,46 Jumlah 149.288.591.504,00 104.608.036.922,95 70,07 157.988.591.503,00 8.699.999.999,00 5,83 Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa terdapat kenaikan anggaran pendapatan Pajak Daerah dari tahun sebelumnya, atas target Pajak Hotel, Restoran, Hiburan, Penerangan Jalan, PBB-P2, serta BPHTB, yaitu: 1) Anggaran Pajak Hotel dan Restoran mengalami kenaikan masing-masing sebesar 1,70% dan 4,35%, sedangkan realisasi tahun 2022 berkisar pada 50%; 2) Anggaran Pajak Hiburan mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 68,79%, sedangkan realisasi Pajak Hiburan tahun 2022 sebesar 67,11%; 3) Anggaran Pajak Penerangan Jalan (PPJ) tahun 2023 senilai Rp33.100.000.000,00 mengalami kenaikan senilai Rp5.100.000.000,00 atau sebesar 18,21%, sedangkan realisasi tahun 2022 senilai Rp28.446.833.176,00 atau sebesar 101,60%; 4) Anggaran PBB-P2 mengalami kenaikan sebesar 3,11%, sedangkan realisasi tahun 2022 sebesar 70,90% dan anggaran BPHTB tahun 2023 senilai Rp24.954.365.987,00 mengalami kenaikan senilai Rp599.999.999,99, sedangkan realisasi tahun 2022 senilai Rp22.699.571.365,00; dan 5) Anggaran Pajak Parkir dan Pajak MBLB tidak mengalami kenaikan, tetap dianggarkan dengan angka yang sama, sedangkan realisasi tahun 2022 masing-masing sebesar 38,03% dan 0,08%; Selanjutnya, hasil pemeriksaan menunjukkan penetapan target Pendapatan Pajak Daerah Tahun 2023, baik Bapenda maupun Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tidak dapat menyajikan basis data perhitungan/telaahan atas nilai penganggaran Pendapatan Pajak Daerah senilai Rp157.988.591.503,00. Evaluasi atas realisasi pendapatan tahun-tahun sebelumnya serta hasil pendataan WP selayaknya menjadi pertimbangan dalam menetapkan anggaran yang lebih memungkinkan untuk dicapai pada tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bidang Anggaran BPKAD, diketahui bahwa pihaknya tidak melakukan perhitungan target penerimaan Pajak Daerah, melainkan dihitung oleh Bapenda selaku koordinator Pendapatan Daerah dan bagian dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah. Kenaikan target pendapatan terjadi pada tahapan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan disetujui bersama antara pihak Eksekutif dan Legislatif sampai dengan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Perubahan nilai penetapan anggaran Pendapatan Pajak Daerah Tahun 2023 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5 Perubahan Nilai Penetapan Anggaran Pendapatan Pajak Daerah Tahun 2023 (dalam jutaan Rupiah) No Uraian RKPD 2023 dan R KUA PPAS Penetapan KUAPPAS dan RAPBD RAPBD Evaluasi Provinsi dan Penetapan 2023 RKPD P 2023 dan RKUPAPPASP Penetapan KUPA, RAPBDP Nota Keuangan, RAPBD P Ke Provinsi, dan APBD P 2023 1 Pajak Hotel 33.094,43 33.594,43 35.794,43 35.794,43 35.794,43 2 Pajak Restoran 30.662,78 31.462,78 33.562,78 33.562,78 33.562,78 3 Pajak Hiburan 436,13 536,13 736,13 736,13 736,13 4 Pajak Reklame 1.419,00 1.419,00 1.419,00 1.419,00 1.419,00 5 Pajak Penerangan Jalan 29.000,00 29.500,00 29.800,00 31.300,00 33.100,00 6 Pajak Parkir 617,18 617,18 617,18 617,18 617,18 7 Pajak Air Tanah 3.820,34 3.820,34 3.820,34 3.820,34 3.820,34 8 Pajak Sarang Burung Walet 58,59 58,59 58,59 58,59 58,59 9 Pajak MBLB 725,77 725,77 725,77 725,77 725,77 10 PBB-P2 22.500,00 23.000,00 23.200,00 23.200,00 23.200,00 11 BPHTB 24.354,37 24.954,37 24.954,37 24.954,37 24.954,37 Jumlah Pajak Daerah 146.688,59 149.688,59 154.688,59 156.188,59 157.988,59 Lebih lanjut, Kepala Bidang Anggaran BPKAD menjelaskan bahwa: 1) Penambahan anggaran Pajak Daerah senilai Rp3.000.000.000,00 (Rp149.688.591.505,00 – Rp146.688.591.505,00) berdasarkan hasil keputusan bersama Eksekutif dengan Legislatif pada saat pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (RKUAPPAS) dengan Badan Anggaran DPRD pada tanggal 22 Agustus 2022; 2) Penambahan anggaran Pajak Daerah senilai Rp4.999.999.998,00 (Rp154.688.591.503,00 – Rp149.688.591.505,00) yang merupakan penambahan dari Pajak Hotel, Restoran, dan Hiburan dilakukan pada tahapan Pembahasan RAPBD dengan Badan Anggaran DPRD atas persetujuan bersama Eksekutif dan Legislatif pada tanggal 30 November 2022; 3) Kenaikan Pajak Daerah senilai Rp1.500.000.000,00 (Rp156.188.591.503,00 – Rp154.688.591.503,00) pada penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Perubahan dikarenakan adanya potensi PPJ dari kenaikan tagihan Penerangan Jalan Umum; dan 4) Kenaikan Pajak Daerah senilai Rp1.800.000.000,00 (Rp157.988.591.503,00 – Rp156.188.591.503,00) pada penetapan APBD Perubahan dikarenakan adanya peningkatan potensi PPJ kembali atas kenaikan tagihan Penerangan Jalan Umum. Kepala Bidang Penagihan Bapenda menjelaskan bahwa Bapenda menghitung target pendapatan tahun 2023 berdasarkan asumsi tren realisasi pendapatan lima tahun terakhir. Kertas kerja pendapatan yang disajikan hanya memuat data kuantitatif, belum memuat data komponen pembentuk berupa data potensi WP yang menjadi dasar penghitungan potensi penerimaan Pajak Daerah. Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Tahun 2023 menunjukkan realisasi Pajak Hotel sebesar 69,09%, Pajak Restoran sebesar 65,95%, dan Pajak Hiburan sebesar 44,39%. Realisasi tersebut tidak mencapai target anggaran pendapatan pada APBD maupun APBD Perubahan. Peningkatan target pendapatan yang tidak didukung dengan basis data perhitungan yang memadai memunculkan adanya peningkatan anggaran belanja. Belanja yang sudah terealisasi ataupun telah selesai karena sudah dianggarkan menjadi tidak dapat dibayarkan karena tidak terealisasinya anggaran pendapatan Pajak Daerah. c. Terdapat Potensi Penerimaan dari Pendapatan Pajak Parkir yang Belum Dapat Diterima oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah menjelaskan bahwa Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai sesuatu usaha, termasuk penyediaan tempat, penitipan kendaraan bermotor, meliputi antara lain pelabuhan penyeberangan/pelabuhan laut dan lingkungan perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/BUMD, bank dan sejenisnya. Dalam hal penyelenggara tempat parkir tidak memungut sewa parkir kepada penerima jasa parkir, maka dasar pengenaan Pajak Parkir dihitung dengan memperhatikan luas area parkir, jumlah rata-rata kendaraan yang diparkir setiap hari, jumlah hari operasional tempat penyelenggaraan parkir dalam satu bulan dan jenis sewa parkir tetap. Berdasarkan hasil pemeriksaan realisasi Pendapatan Pajak Parkir dan konfirmasi dari Bidang Pendataan dan Bidang Penagihan Bapenda, diketahui bahwa Bapenda tidak memungut Pajak Parkir dari penyelenggara tempat parkir yang tidak mengenakan biaya parkir di antaranya PT PI dan PT ASDP. PT PI dan PT ASDP merupakan BUMN yang mengembangkan pelabuhan di Pelabuhan Lembar (PT PI dan PT ASDP) dan Pelabuhan Gili Mas (PT PI), berlokasi di Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di area Pelabuhan Lembar yang dikelola oleh PT PI dan PT ASDP, diketahui hal-hal sebagai berikut. 1) PT PI dan PT ASDP mengenakan biaya masuk/pass masuk pada para pengunjung, baik yang hanya mengantar ataupun yang menjemput menggunakan kendaraan bermotor, dengan tarif masing-masing senilai Rp6.000,00/mobil (PT PI) dan Rp9.000,00/mobil (PT ASDP) untuk sekali masuk, namun pada bukti pembayaran PT ASDP terdapat keterangan parkir. Adapun bukti pembayaran tersaji pada gambar berikut. 2) Di dalam area pelabuhan, PT PI menyediakan ruang tunggu kendaraan untuk kendaraan yang akan menjemput/mengantar penumpang. Sementara PT ASDP menyediakan area parkir di luar area inti. Area parkir dapat dilihat pada gambar berikut. 3) Pengelolaan pass masuk pada PT PI dilakukan oleh vendor/penyedia layanan parkir, sedangkan pengelolaan parkir pada PT ASDP dikelola langsung oleh PT ASDP; dan 4) Pemerintah Kabupaten Lombok Barat tidak memungut Pajak Parkir pada PT PI dan PT ASDP. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bidang Penagihan Bapenda, diketahui bahwa Bapenda belum mengenakan Pajak Parkir karena belum memiliki mekanisme tentang tata cara perhitungan pengenaan Pajak Parkir atas penyelenggaraan tempat parkir yang tidak dipungut sewa dan belum ada koordinasi antara Bapenda dengan kedua BUMN tersebut. d. Pengendalian dan Pengawasan atas Pemenuhan Kewajiban WP MBLB Belum Memadai Pada tahun 2023, diketahui terdapat 24 WP MBLB yang terdata beroperasi di Kabupaten Lombok Barat. Berdasarkan pemeriksaan data WP, realisasi pendapatan pajak, dan SPTPD diketahui bahwa 18 dari 24 WP tidak melakukan kewajiban pelaporan SPTPD dan pembayaran secara aktif selama 12 bulan. Rincian WP yang belum melaporkan dan membayar dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Penagihan diketahui bahwa Bapenda tidak melakukan pengendalian dan pengawasan atas WP MBLB yang belum melaporkan SPTPD setiap bulan. Lebih lanjut, atas WP yang tidak menyampaikan SPTPD sesuai ketentuan, Bapenda belum memberikan teguran secara tertulis dan melakukan pemeriksaan pajak secara uji petik terhadap wajib pajak terkait. Selain itu, tidak terdapat evaluasi rutin atas pengendalian dan pengawasan atas WP karena nilai potensi MBLB belum dianggap signifikan. e. Kekurangan Penerimaan atas Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Parkir Senilai Rp675.961.163,85 Hasil konfirmasi kepada WP Hotel, Restoran, dan Parkir secara uji petik diketahui terdapat ketidaksesuaian perhitungan pajak dan belum melakukan kewajiban pembayaran pajaknya pada tahun 2023. Selain itu, hasil pemeriksaan atas laporan pendapatan/omzet yang diberikan oleh WP dan penghitungan ulang atas nilai pajak yang seharusnya disetor, diketahui terdapat nilai pajak yang kurang dibayarkan oleh WP pada tahun 2023 senilai Rp675.961.163,85. Kekurangan penerimaan pajak tersebut disajikan pada tabel sebagai berikut. Tabel 6 Rekapitulasi Kekurangan Penerimaan Pajak Jenis Pajak Jumlah Kurang Penerimaan (Rp) Hotel 5 393.588.436,08 Restoran 4 275.376.427,77 Parkir 1 6.996.300,00 Jumlah 10 675.961.163,85 Rincian kekurangan penerimaan masing-masing WP dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil wawancara secara uji petik dengan WP terkait kekurangan penerimaan tersebut adalah sebagai berikut. 1) Manajemen Hotel SR menyatakan bahwa terdapat kesalahan teknis penghitungan (penginputan data) pada sistem billing hotel yang terhubung dengan sistem online pembayaran OTA/konsumen; 2) Manajemen Hotel TCBR dan ASH menyatakan bahwa terdapat kendala dalam mengakses aplikasi Pajak Daerah Si Jempol Jari dan menyetorkan pajak; dan 3) Manajemen Perusahaan Daerah PPP menyatakan bahwa terjadi perubahan manajemen pada pertengahan tahun 2023 yang mengakibatkan belum terbayarnya Pajak Parkir. f. Pelaporan dan Pembayaran Pajak Hotel, Restoran, Hiburan, dan MBLB oleh WP Tidak Didukung dengan Pembukuan atau Pencatatan (Laporan Keuangan) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan bagi WP sebagai dasar menghitung dan mengetahui besarnya pajak yang terutang. Pembukuan atau pencatatan disampaikan sebagai dokumen pendukung SPTPD untuk membuktikan kesesuaian pajak terutang yang dilaporkan. Berdasarkan pemeriksaan secara uji petik, diketahui bahwa pelaporan dan pembayaran Pajak Hotel, Restoran, Hiburan, dan MBLB tidak didukung pembukuan dan pencatatan dengan uraian sebagai berikut. 1) Manajemen Hotel AS dan SR tidak menyampaikan pembukuan kepada Bapenda; 2) Manajemen Hotel L dan Restoran HT 2 tidak membuat pencatatan sebagai dasar penghitungan pajak yang harus dibayarkan; 3) Terdapat 10 WP yang melakukan pembayaran pajak dengan nilai yang tetap (flat) setiap bulan, yaitu RH, ES, LS, LoS, MS, PS, PIS, SAS, SS, dan WK; dan 4) Hasil uji dokumen atas SPTPD yang dilaporkan oleh WP, tidak didapatkan pembukuan secara rinci atas kegiatan penambangan. Atas enam WP MBLB yang menyampaikan SPTPD pada tahun 2023, hanya terdapat satu WP yang menyampaikan rekapitulasi atau pembukuan sebagai dasar penghitungan pajak yang harus dibayarkan. Namun, laporan rekapitulasi tidak digunakan Bapenda dalam mereviu perhitungan wajib pajak. Hasil konfirmasi dengan Kepala Bidang Penagihan Bapenda diketahui bahwa Bidang Penagihan tidak mewajibkan WP untuk menyertakan pembukuan saat menyampaikan SPTPD. Selain itu, Bidang Penagihan belum mengetahui format pembukuan yang harus dilaporkan oleh WP untuk dapat memeriksa perhitungan pajak terutang. Lebih lanjut, Kepala Bidang Penetapan Bapenda menjelaskan bahwa Bapenda melakukan pemeriksaan kepada WP tertentu sesuai rekomendasi dari Bidang Penagihan. Pemeriksaan dilakukan kepada WP yang tidak membayar atau melaporkan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah. WP yang diperiksa wajib memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang. Selama tahun 2023 telah dilakukan pemeriksaan pajak kepada delapan WP dan berhasil menghimpun nilai kekurangan Pajak Hotel, Restoran, dan Parkir senilai Rp446.244.923,00. g. Terdapat Delapan WP yang Sudah Memiliki IUP MBLB pada Tahun 2022 Belum Dilakukan Uji Petik untuk Dapat Dikeluarkan SKPDKB dan Dilakukan Penagihan Pada tahun 2022, terdapat delapan WP yang sudah memiliki IUP MBLB, namun hingga tahun 2023 belum terdapat pembayaran pajak MBLB dari WP tersebut. Bapenda belum melakukan uji petik atas pajak terutang untuk selanjutnya menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) sebagai dasar penagihan atas pajak terutang. Lebih lanjut, terdapat peralihan tanggung jawab mengenai tugas penagihan pajak MBLB yang sebelumnya dilakukan oleh Bidang Penetapan pada tahun 2022 kepada Bidang Penagihan dengan membentuk Tim Mendata, Menetapkan, dan Menagih Pajak Daerah Setiap Hari (Mentari) pada tahun 2023. Konfirmasi dengan Kepala Bidang Penagihan diketahui bahwa Tim Mentari sudah memiliki daftar WP yang belum melakukan pembayaran dari Bidang Penetapan, namun belum melakukan evaluasi secara penuh atas WP yang belum melakukan pelaporan dan pembayaran tersebut, Tim Mentari hanya berfokus kepada penagihan atas WP yang belum melakukan pembayaran dan pelaporan pada tahun 2023. Selain itu Bapenda belum memiliki alat ukur dalam pemeriksaan dan uji petik terhadap WP MBLB untuk mengetahui potensi atas aktivitas MBLB dan penghitungan pajak yang seharusnya dikenakan.
Kriteria
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: a. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Pasal 67: 1) ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak wajib melakukan pembukuan atau pencatatan secara elektronik dan/atau non-elektronik, dengan ketentuan: a) bagi Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan peredaran usaha paling sedikit Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan; dan b) bagi Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan peredaran usaha kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) per tahun dapat memilih menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. 2) ayat (2) menyatakan bahwa pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya; dan 3) ayat (4) menyatakan bahwa pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat data peredaran usaha atau data penjualan beserta bukti pendukungnya agar dapat digunakan untuk menghitung besaran Pajak yang terutang. b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023 pada Lampiran Bagian C Kebijakan Penyusunan Anggaran Pendapatan Daerah: 1) angka 1 menyatakan bahwa pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD TA 2023 meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah dan penerimaan lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai penambah ekuitas yang merupakan hak daerah dalam 1 (satu) Tahun Anggaran; dan 2) angka 2 huruf a menyatakan bahwa dalam penyusunan kebijakan anggaran pendapatan daerah antara lain memperhatikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), merupakan pendapatan yang diperoleh daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi Kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah antara lain pada huruf d) yang menyatakan penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah dalam APBD mempertimbangkan paling sedikit kebijakan makro ekonomi daerah, potensi pajak daerah dan retribusi daerah sesuai maksud Pasal 102 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. c. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah pada: 1) Pasal 40 ayat (1) menyatakan bahwa objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai sesuatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor, meliputi: a) pelabuhan penyeberangan/pelabuhan laut; b) lingkungan hotel, penginapan, villa, home stay dan sejenisnya; c) lingkungan rumah sakit; d) lingkungan Badan Layanan Umum Daerah; e) lingkungan perusahaan swasta, BUMN/BUMD, bank dan sejenisnya; f) lingkungan arena bermain, kolam pemancingan, kolam renang, rumah makan/restoran/lesehan, dan tempat rekreasi lainnya yang dikelola swasta; dan g) lingkungan pertokoan, apotek, asuransi, salon kecantikan dan sejenisnya. 2) Pasal 41: a) ayat (1) menyatakan bahwa subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan Parkir kendaraan bermotor; dan b) ayat (2) menyatakan bahwa Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan/usaha tempat Parkir. 3) Pasal 42: a) ayat (1) menyatakan bahwa dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir; b) ayat (2) menyatakan bahwa jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga, Parkir cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa parkir; dan c) ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal penyelenggara tempat Parkir tidak memungut sewa Parkir kepada penerima jasa Parkir, maka dasar pengenaan Pajak Parkir sebagimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan luas área Parkir, jumlah rata-rata kendaraan yang diparkir setiap hari, jumlah hari operasional tempat penyelenggaraan Parkir dalam 1 (satu) bulan dan jenis tarif sewa Parkir tetap. 4) Pasal 43 menyatakan bahwa tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen); 5) Pasal 44 menyatakan bahwa besaran pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42; 6) Pasal 78 ayat (1) menyatakan bahwa Pendataan Pajak dilakukan dengan menggunakan SPTPD dan SPOP; dan 7) Pasal 81 ayat (2) menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak yang membayar Pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghitung, memperhitungkan, dan melaporkan sendiri Pajak Yang Terutang dengan menggunakan SPTPD atau SSPD. d. Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 36A Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan pada: 1) Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa pendataan subjek pajak dan objek pajak dilaksanakan oleh Bapenda dengan menggunakan formulir pendataan terhadap orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan; dan 2) Pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa pemungutan pajak mineral bukan logam dan batuan dilakukan secara self assesment yang besaran pajaknya diperhitungkan, dilaporkan dan dibayarkan sendiri oleh wajib pajak. 3) Pasal 28: a) ayat (1) menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan; dan b) ayat (3) menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet di bawah Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun dapat melakukan pembukuan sederhana atau berupa rekapitulasi jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh Wajib Pajak yang dilaksanakan secara tertib dan dapat menjadi dasar untuk menghitung besarnya pajak terutang. 4) Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dapat dijadikan dasar untuk menghitung atau mengetahui besarnya pajak yang terutang.
Akibat
Kondisi tersebut mengakibatkan: a. Pemerintah Kabupaten Lombok Barat belum memiliki basis data WP sebagai dasar perhitungan potensi sumber-sumber pendapatan Pajak Daerah; b. Pemerintah Kabupaten Lombok Barat belum bisa melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi Pajak Daerah secara terarah dengan target yang jelas; dan c. Kekurangan penerimaan Pajak Daerah minimal senilai Rp675.961.163,85 dan berpotensi kehilangan penerimaan atas Pajak MBLB.
Sebab
Kondisi tersebut disebabkan: a. Pemerintah Kabupaten Lombok Barat belum menyusun mekanisme pendataan seluruh potensi Pajak Daerah sebagai dasar perhitungan target dalam penganggaran; b. Kepala Bapenda belum: 1) Menyusun Standard Operating Procedures (SOP) tata cara perhitungan pengenaan Pajak Parkir atas penyelenggaraan tempat parkir; 2) Melakukan pemutakhiran data potensi Pajak Restoran, Hotel, dan MBLB secara berkala; 3) Menjalankan fungsinya secara optimal atas penagihan Pajak Daerah, penerapan sanksi administratif, dan evaluasi pelaksanaan kewajiban WP; dan 4) Melaksanakan pemeriksaan pajak untuk menilai kepatuhan WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Rekomendasi
1. BPK merekomendasikan Bupati Lombok Barat agar menginstruksikan Kepala Bapenda untuk a. Menyusun mekanisme pendataan WP daerah termasuk pemutakhiran data WP secara berkala sebagai dasar perhitungan target penganggaran pendapatan; (Tindal Lanjut: Belum Sesuai)
2. BPK merekomendasikan Bupati Lombok Barat agar menginstruksikan Kepala Bapenda untuk b. Menyusun SOP tata cara perhitungan pengenaan Pajak Parkir atas penyelenggaraan tempat parkir dan menjajaki kerjasama dengan PT PI dan PT ASDP terkait pemungutan Pajak Parkir; 
(Tindal Lanjut: Belum Sesuai)
3. BPK merekomendasikan Bupati Lombok Barat agar menginstruksikan Kepala Bapenda untuk c. Melakukan pemeriksaan secara uji petik atas WP yang belum lapor/tidak menyertakan laporan keuangan untuk menguji potensi kurang bayar Pajak Daerah, serta melakukan penetapan dan penagihan kurang bayar Pajak Daerah minimal senilai Rp675.961.163,85; 
(Tindal Lanjut: Belum Sesuai)
4. BPK merekomendasikan Bupati Lombok Barat agar menginstruksikan Kepala Bapenda untuk d. Mengoptimalkan pemungutan Pajak Daerah melalui hasil pemeriksaan pajak ataupun hasil pendataan lainnya. 
(Tindal Lanjut: Belum Sesuai)


Tanya Jawab
Belum ada komentar di diskusi ini.

Silahkan Login Untuk Komentar / Diskusi.
Login Member