Semester I Tahun 2025
  4

Pengelolaan Piutang PBB-P2 oleh Bapenda Masih Belum Memadai


25-Aug-2025 12:54:35

Kondisi

Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dalam Neraca per 31 Desember 2024 (Audited) menyajikan saldo Piutang Pajak Daerah senilai Rp80.367.694.110,39. Saldo tersebut mengalami kenaikan senilai Rp9.517.986.912,02 dari saldo Tahun 2023 yaitu senilai Rp70.849.707.198,37. Atas saldo tersebut, termasuk di dalamnya merupakan saldo Piutang PBB-P2 senilai Rp67.660.974.810,50.

Pada Tahun 2013, KPP Pratama Praya mengalihkan Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Barat melalui Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, berdasarkan BAST Nomor BA-17/WPJ.31/KP.07/2013 dan Nomor BA-18/WPJ.31/KP.07/2013 tanggal 3 Januari 2013, serta Berita Acara Serah Terima (BAST) Nomor BA-475/WPJ.31/KP.07/2013 tanggal 28 Januari 2013.

Hasil pemeriksaan atas pengelolaan Piutang PBB-P2 menunjukkan permasalahan sebagai berikut.

a.Terdapat perbedaan saldo Piutang PBB-P2 dalam database SIMPBB dengan Neraca per 31 Desember 2024

  • Kabupaten Lombok Barat dalam menatausahakan penerimaan pembayaran PBB-P2 menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pajak Bumi dan Bangunan (SIMPBB) sejak Tahun 2016, namun baru efektif digunakan pada Juni 2024 dan sebelumnya menggunakan aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) PBB pada Tahun 2013 s.d. 2015. Pada saat menggunakan aplikasi SIMPBB, pencatatan penerimaan pembayaran dilakukan di luar sistem. Operator SIMPBB mengunggah dokumen pembayaran PBB-P2 secara manual ke aplikasi. Namun, pengunggahan tersebut terhenti selama bulan November 2022 s.d. Mei 2024, sehingga tidak terdapat pemutakhiran data pembayaran PBB-P2 di SIMPBB dalam rentang waktu tersebut. Hal ini mengakibatkan data saldo piutang dalam SIMPBB berbeda dengan nilai saldo yang disajikan dalam Neraca per 31 Desember 2024. Hasil pemeriksaan menunjukkan saldo Piutang PBB-P2 berdasarkan database SIMPBB diperoleh angka senilai Rp73.059.812.317,00 sedangkan berdasarkan data manual adalah senilai Rp67.660.974.810,50 sehingga terdapat selisih senilai Rp5.398.837.506,50. Hasil wawancara dengan Kasubbid Intensifikasi dan Ekstensifikasi diperoleh keterangan bahwa pada Tahun 2022 terdapat pergantian pejabat di Bidang Penagihan dan pejabat ybs. tidak melanjutkan pengunggahan data pembayaran melalui SIMPBB yang mengakibatkan tidak adanya pemutakhiran data pembayaran piutang PBB-P2 di SIMPBB pada November 2022 s.d. Mei 2024.

b.Proses verifikasi dan pengujian data Piutang PBB-P2 belum optimal

Hasil pemeriksaan dan pengujian data Piutang PBB-P2 menunjukkan bahwa Bapenda pernah melakukan verifikasi dan validasi data wajib pajak maupun objek pajak pada Tahun 2022 yang kemudian menghasilkan adanya penghapusan Piutang

PBB-P2 kadaluwarsa sejak Tahun 1994 s.d. 2015 senilai Rp24.703.494.200,00. Rincian penghapusan piutang PBB-P2 diuraikan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 1.12 Rincian Penghapusan Piutang PBB-P2 Kadaluwarsa pada Tahun 2022

(dalam Rupiah)

No.

SK Bupati

Tahun Piutang

Nominal Piutang

1.

Nomor 188.45/801/Bapenda 2022

1994 s.d. 2004

4.542.349.123,00

2.

Nomor 188.45/802/Bapenda 2022

2005 s.d. 2008

3.446.232.011,00

3.

Nomor 188.45/837/Bapenda 2022

2009 s.d. 2010

3.683.876.897,00

4.

Nomor 188.45/871/Bapenda 2022

2011

2.234.476.615,00

5.

Nomor 188.45/921/Bapenda 2022

2012

3.653.271.170,00

6.

Nomor 188.45/1046/Bapenda 2022

2013

2.773.289.900,00

7.

Nomor 188.45/1064/Bapenda 2022

2014-2015

4.369.998.484,00

Total

24.703.494.200,00



  • lanjut, berdasarkan hasil pengolahan data Piutang PBB-P2 dan wawancara dengan Kasubbid Intensifikasi dan Ekstensifikasi diperoleh informasi sebagai berikut.
  • 720.265 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan dari Tahun 2016 s.d. 2024 atas 220.869 Nomor Objek Pajak (NOP);
  • 220.869 NOP tersebut terdapat 6.953 NOP yang Wajib Pajaknya tidak pernah melakukan pembayaran sejak Tahun 2016 s.d. 2024 dengan jumlah SPPT sebanyak 62.577 SPPT dan total nilai piutang senilai Rp7.496.264.638,00; dan

3)Selama Tahun 2024, Bapenda melaksanakan Pemutakhiran Data Subjek dan Objek Pajak (PDSOP) satu kali dalam satu tahun anggaran. Kegiatan yang dilaksanakan pada saat PDSOP adalah melakukan mapping objek pajak

PBB-P2 yang bersifat potensial dan signifikan, seperti perumahan, pertokoan, dan objek nonstandar lainnya meliputi pabrik, gudang yang membutuhkan penilaian atau appraisal sendiri. PDSOP tidak tertuju untuk melakukan verifikasi dan validasi Piutang PBB-P2. Bapenda dalam melakukan verifikasi dan validasi Piutang PBB-P2 hanya menunggu perolehan informasi dari Wajib Pajak ketika melaporkan permasalahan atas kondisi objek pajak.

Berdasarkan konfirmasi secara uji petik dengan Kepala UPT I, III, IV dan penagih pajak di masing-masing UPT, diketahui bahwa selama Tahun 2024 penagih pajak melakukan pendataan dan penagihan kepada Wajib Pajak melalui Kepala Dusun atau Ketua RT dan dilaksanakan bersamaan pada saat penagih pajak menyampaikan SPPT. Pada Tahun 2025, penagih pajak di masing-masing UPT baru melaksanakan kembali kegiatan verifikasi dan validasi Piutang PBB-P2 secara door to door. Namun, informasi yang diperoleh dari hasil verifikasi dan validasi tersebut belum dimutakhirkan.

Berdasarkan hasil pelaporan penagih pajak ditemukan permasalahan-permasalahan sebagai berikut.

1)Wajib Pajak tidak mau mengakui objek pajaknya karena objek pajak induk sudah berubah bentuknya, seperti tanah sudah terkaveling, sudah berubah menjadi perumahan namun belum dilakukan pemecahan objek pajak sehingga SPPT induk yang masih terbit;

2)Wajib Pajak tidak mau membayar tunggakannya karena NJOP lebih tinggi daripada objek pajak disebelahnya;

3)Wajib Pajak tidak mau membayar karena akan menjual objek pajaknya;

4)Wajib Pajak berada di luar daerah sehingga sulit dilakukan penagihan;

5)Nama Wajib Pajak yang tercantum di SPPT sudah meninggal dunia dan objek pajaknya dikuasai oleh ahli waris dan belum ada perubahan data;

6)Ahli waris tidak mau mengakui objek pajaknya karena tidak merasa memiliki;

7)Luas objek pajak di SPPT tidak sesuai dengan kondisi senyatanya;

8)Objek pajak merupakan bangunan milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat;

9)Objek pajak tidak ada/ tidak dapat ditemukan oleh penagih pajak;

10)    Objek pajak sudah menjadi fasilitas umum;

11)    Objek pajak sudah dilelang/ dalam sengketa; dan

12)    Objek pajak sudah dijual dan sudah dibaliknamakan menjadi milik orang lain.

Kriteria

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

a.    Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 198:

1)ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu”;

2)ayat (3) menyatakan bahwa “Piutang daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;

b.   Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Lampiran 1.0.1 Kerangka Konseptual pada Paragraf 38 menyatakan bahwa “Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi”;

c.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah pada Lampiran:

1)Bab I Pengelola Keuangan Daerah, huruf E Pengguna Anggaran, poin 1

huruf i menyatakan bahwa “Kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya”;

2)Bab IX Kekayaan Daerah dan Utang Daerah, poin 1 menyatakan bahwa “Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu”;

d.   Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Pasal 5:

1)ayat (1) menyatakan bahwa “Objek PBB-P2 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan”;

2)ayat (3) huruf a menyatakan bahwa “Yang dikecualikan dari objek

PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas bumi dan/atau bangunan kantor pemerintah pusat, kantor pemerintah daerah, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah”;

e.    Peraturan Bupati Nomor 81 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan PBB-P2 pada:

1)Pasal 21:

a)   ayat (1) menyatakan bahwa “Bapenda melaksanakan penagihan PBB-P2 kepada wajib pajak dengan cara penagihan persuasif dan penagihan aktif”;

b)   ayat (2) menyatakan bahwa “Penagihan persuasif merupakan penagihan yang dilaksanakan atas pembayaran pajak terutang melalui sosialisasi, himbauan, pemberitahuan, pemasangan plang atau stiker, dan kegiatan lainnya yang bersifat pelayanan serta meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak”;

c)   ayat (3) menyatakan bahwa “Penagihan persuasif dilaksanakan selama (1) satu bulan setelah jatuh tempo pembayaran PBB-P2”;

d)   ayat (5) menyatakan bahwa “Penagihan aktif merupakan penagihan yang dilaksanakan setelah jatuh tempo pembayaran pajak terutang berupa surat teguran dan/atau surat paksa”;

e)   ayat (7) menyatakan bahwa “Surat teguran diberikan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah penagihan persuasif berakhir”;

2)Pasal 22:

a)   ayat (1) menyatakan bahwa “Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dilakukan penghapusan”;

b)   ayat (3) menyatakan bahwa “Penghapusan piutang pajak yang diperkirakan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap piutang pajak dari”:

(1)     Huruf a menyatakan bahwa “Wajib Pajak yang meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan yang dibuktikan dengan surat keterangan kematian atau surat keterangan menyatakan bahwa wajib pajak yang meninggal dunia tersebut tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, dari pejabat yang berwenang”;

(2)     Huruf c menyatakan bahwa “Wajib Pajak yang hak penagihannya telah kadaluwarsa”;

(3)     Huruf d menyatakan bahwa “Wajib Pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena wajib pajak tidak dapat ditemukan, dokumen tidak lengkap atau tidak dapat ditelusuri lagi disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam, kebakaran, rusak diakibatkan cuaca atau hewan dan sebab lainnya”;

(4)     Huruf e menyatakan bahwa “Wajib Pajak yang objek pajaknya tidak ada”; dan

c)   ayat (4) menyatakan bahwa “Untuk memastikan piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan penelitian lapangan atau penelitian administrasi dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil Penelitian lapangan atau laporan hasil penelitian administrasi”.

Akibat

Hal tersebut di atas mengakibatkan:

a.    saldo Piutang PBB-P2 pada Neraca per 31 Desember 2024 belum menggambarkan nilai piutang yang sebenarnya atas penerimaan pembayaran yang belum tercatat dalam periode September 2022 s.d. Mei 2024; dan

b.   data Piutang PBB-P2 dalam aplikasi SIMPBB belum berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan verifikasi dan validasi penagih pajak.

Sebab

Permasalahan tersebut di atas disebabkan Kepala Bapenda belum optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas pemutakhiran data Piutang PBB-P2.

Rekomendasi
BPK merekomendasikan Bupati Lombok Barat agar menginstruksikan Kepala Bapenda untuk lebih optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas pemutakhiran data Piutang PBB-P2.
Tindak Lanjut
Belum sesuai


Tanya Jawab
Belum ada komentar di diskusi ini.

Silahkan Login Untuk Komentar / Diskusi.
Login Member